Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Berubah-ubah, DPRD Jember Curigai Alih Fungsi Lahan

14 Agustus 2025 19:55 14 Agt 2025 19:55

Thumbnail Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Berubah-ubah, DPRD Jember Curigai Alih Fungsi Lahan
Rapat dengar pendapat yang digelar Komisi B DPRD Jember dengan LBH Mitra Kawula Nusantara (LBH MKN). (Foto: Istimewa)

KETIK, JEMBER – Perubahan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam tiga Surat Keputusan (SK) Bupati Jember sepanjang 2022, 2024, hingga 2025 menimbulkan tanda tanya besar. Komisi B DPRD Jember mencium potensi alih fungsi lahan pertanian produktif yang bisa mengancam ketahanan pangan daerah dan menurunkan kesejahteraan petani.

Ketua LBH Mitra Kawula Nusantara (LBH MKN), Puji Muhammad Ridwan, menilai perbedaan data LP2B dengan Perda Nomor 1 Tahun 2015 patut dicurigai. Padahal perda menetapkan luasan minimal 101.603 hektare yang harus dilindungi.

“Perubahan ini tidak bisa dianggap sekadar teknis. Setiap hektare yang hilang berarti mengurangi sumber penghidupan petani dan berpotensi melanggar hukum. Pemkab Jember harus terbuka, tunjukkan lokasi detail, sekaligus alasan kenapa data LP2B berubah,” tegasnya usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Jember, Kamis, 14 Agustus 2025. 

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jember, Wahyu Prayudi Nugroho, juga menyampaikan keprihatinan. Menurutnya, pola perubahan di beberapa kecamatan menunjukkan indikasi yang tidak sehat.

“Contohnya di Silo, pada SK 2024 ada tambahan hampir seribu hektare. Tapi setahun kemudian justru berkurang 200 hektare di SK terbaru. Di Kaliwates dan Sumbersari malah hilang dari daftar LP2B. Kalau dibiarkan, Jember bisa kehilangan kemampuan swasembada pangan,” ujar legislator yang akrab disapa Nuki itu.

Ia menambahkan, status LP2B tidak boleh berubah-ubah sesuka kebijakan. “Kalau lahan pertanian produktif bisa bergeser terus, bagaimana petani punya kepastian? LP2B itu harus rigid,” sambungnya.

Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala DTPHP Jember, Sigit Budi, menjelaskan perubahan data LP2B dipengaruhi metode pengukuran terbaru dengan sistem poligon tertutup.

“Kalau ada lahan keluar dari LP2B, harus diganti dengan lahan lain yang luasnya setara. Perlu diingat, LP2B berbeda dengan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) yang sama sekali tidak boleh dialihfungsikan. Prinsipnya, total luas LP2B di Jember tidak boleh berkurang,” jelas Sigit.

Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya Jember, Yessiana Arifa, menegaskan LP2B adalah amanat undang-undang. Karena itu, revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tetap harus memasukkan LP2B tanpa menghambat pembangunan permukiman maupun infrastruktur.

“Kami masih berkonsultasi dengan Pemprov Jatim dan Kementerian ATR. LP2B bukan hanya angka di peta, melainkan benteng pangan Jember. Kalau ada alih fungsi tanpa prosedur dan penggantian sah, risikonya bisa menjerat pejabat pengambil keputusan, termasuk kepala daerah,” jelas Yessi.

Komisi B DPRD Jember memastikan akan melanjutkan RDP dengan seluruh OPD terkait. Mereka juga berencana melakukan inspeksi lapangan untuk mencocokkan koordinat data LP2B dengan kondisi faktual di lapangan.

“Kalau terbukti ada pelanggaran, kami tidak segan merekomendasikan langkah hukum. Perlindungan lahan pertanian di Jember bukan sekadar jargon, ini menyangkut ekonomi ribuan petani,” pungkas politikus PDIP ini. (*)

Tombol Google News

Tags:

Alih Fungsi Lahan Pertanian Jember Komisi B DPRD Jember PDIP LBH Mitra Kawula Nusantara (LBH MKN) Wakil Ketua Komisi B DPRD Jember Wahyu Prayudi Nugroho Nuki