Campur Tangan AS di Perang Iran VS Israel, Dosen Unair: Trump Ingin Hentikan Program Nuklir Iran

24 Juni 2025 18:30 24 Jun 2025 18:30

Thumbnail Campur Tangan AS di Perang Iran VS Israel, Dosen Unair: Trump Ingin Hentikan Program Nuklir Iran
Serangan rudal Iran di Be'er Sheva Israel. (Foto: X @IRIran_Military)

KETIK, SURABAYA – Ketegangan antara Iran dan Israel kembali memanas, dan Amerika Serikat dinilai memainkan peran penting dalam konflik tersebut.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair), Agastya Wardhana, SHub Int MHubInt, menjelaskan bahwa keterlibatan AS tidak lepas dari hubungan eratnya dengan Israel serta ambisi Presiden AS Donald Trump dalam menghentikan program nuklir Iran.

“Amerika Serikat jelas sekutunya Israel. Pemerintah Benjamin Netanyahu itu Perdana Menteri Israel sudah berulang kali minta Amerika untuk bergabung dalam perang. Tetapi Amerika Serikat sendiri, terutama di bawah Presiden Donald Trump, itu juga ingin Iran untuk tidak mengembangkan nuklir lagi,” ujar Agas melalui keterangan tertulis pada Selasa 24 Juni 2025.

Menurut Agas, Trump memanfaatkan momentum konflik Iran-Israel sebagai jalan untuk menekan Iran. Ia menilai, Trump tidak ingin AS terlibat dalam perang besar, melainkan mengambil langkah militer terbatas yang berdampak maksimal.

“Donald Trump itu selalu ingin agar Iran tidak memiliki nuklir. Kesempatan perang Israel dan Iran ini digunakan oleh Donald Trump, Amerika Serikat, untuk mengakhiri itu,” jelas Agas.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa serangan AS ini ditujukan hanya pada target spesifik.

“Donald Trump masuk untuk menghancurkan tempat itu, pulang. Maksudnya dia tidak berperang, tidak mengirim tentara ke sana. Dia hanya menghancurkan itu, keluar pulang,” tambahnya.

Salah satu aspek yang paling dikhawatirkan dari konflik ini adalah kemungkinan Iran menutup jalur vital perdagangan energi dunia, yaitu Selat Hormuz.

“Makanya satu-satunya cara Iran untuk melawan adalah menutup. Kemarin yang ramai itu menutup selat, Selat Hormuz namanya. Itu yang bisa dilakukan oleh Iran,” ujar Agas.

Menurutnya, sekitar 50–70 persen distribusi minyak global melewati jalur tersebut.

Jika akses itu dibatasi, maka dampaknya akan signifikan terhadap pasokan energi dunia.

“Kalau minyaknya terhambat, harganya akan naik. Kalau harga minyak naik, ekonomi akan mengalami kontraksi lagi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa gejolak harga minyak dan emas belakangan ini terjadi akibat ketidakpastian global.

“Sekarang kondisi tidak tentu. Apakah nanti akan terjadi, bagaimana Iran merespon, bagaimana Israel merespons, itu yang lebih penting. Itu berkontribusi terhadap harga minyak dan emas,” imbuhnya.

Dosen Fisip ini menjelaskan bahwa negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk terlibat langsung dalam konflik besar ini. Namun, mereka masih memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas.

“Kalau dalam konteks keterlibatan langsung, itu tidak bisa. Tapi secara tidak langsung mungkin melalui forum-forum seperti Organisasi Konferensi Islam. Lalu melalui bahkan PBB,” terangnya.

Ia menilai bahwa upaya negara berkembang bisa dilakukan melalui diplomasi multilateral untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

“Yang bisa dilakukan adalah mereka bisa memberikan alternatif, solusi kepada Iran, Israel, dan Amerika Serikat. Jika tidak bisa menyelesaikan, paling tidak tidak memperburuk politiknya,” tegasnya.

Selain itu, Agas menyoroti superioritas militer AS yang masih belum tertandingi.

“Di seluruh dunia ini yang punya kapabilitas untuk melakukan serangan itu Amerika Serikat. Enggak ada negara lain. Rusia, Cina itu tidak punya kapabilitas sebesar Amerika Serikat,” pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Iran vs israel Amerika Serikat konflik Iran konflik Iran vs Israel Donald Trump Donald Trump di perang Iran Perang Iran Dosen Unair Dosen Hubungan Internasional Unair Agastya Wardhana Surabaya