“Commodities such as gold and silver have a world market that transcends national borders, politics, religions, and race. A person may not like someone else’s religion, but he’ll accept his gold,” Robert Kiyosaki
Pertumbuhan pasar emas di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion.
Kegiatan usaha bulion (bullion) merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
Pemerintah Indonesia telah meresmikan bank emas pertama yakni PT Bank Syariah Indonesia dan PT Pegadaian pada tanggal 26 Februari 2025 setelah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Izin tersebut meliputi aktivitas simpanan, penitipan, perdagangan, dan pembiayaan emas, termasuk Deposito Emas dan Pinjaman Modal Kerja Emas.
Adapun manfaat dari Bulion Bank adalah untuk mendorong pengelolaan emas yang ditambang di Indonesia secara lebih optimal dan mandiri, memperkuat nilai tambah emas nasional melalui sistem penyimpanan, pengolahan, dan perdagangan yang lebih terstruktur, serta memberikan alternatif penyimpanan kekayaan yang lebih aman dan menguntungkan bagi masyarakat, sekaligus mendorong inklusi keuangan.
Selaras dengan edukasi dan sosialisasi layanan emas kepada masyarakat, pertumbuhan bisnis emas di salah satu bullion bank menunjukkan hasil yang positif. Sampai Juni 2025, saldo dalam gram meningkat 110% secara tahunan (YTD) dengan volume mencapai 1 ton. Dari segi jumlah transaksi, pembelian emas melalui aplikasi naik 191% YTD.
Saat ini, Bulion Bank menjadi bagian dari rencana strategis nasional dalam memperkuat keuangan syariah sejalan dengan program hilirisasi nasional. Ini sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Astacita pemerintah dalam mengembangkan ekosistem usaha bulion bank.
Aspek Perpajakan Bullion
Pemerintah telah mengatur pengenaan pajak penghasilan atas penjualan emas oleh pengusahan emas pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 dan pemungutan pajak penghasilan atas kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain yang diatur dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024.
Ketentuan tersebut tidak spesifik mengatur mengenai pemungutan pajak penghasilan atas kegiatan usaha bullion. Ketentuan lama menyebabkan keadaan saling pungut, Gold Supplier memungut PPh Pasal 22 senilai 0,25% atas penjualan (PMK Nomor 48 Tahun 2023); dan Bullion Bank (BUMN) memungut PPh Pasal 22 senilai 1,5% atas pembelian (PMK Nomor 81 Tahun 2024).
Berdasarkan PMK Nomor 81 Tahun 2024 Pasal 219 ayat (1) huruf f menyatakan bahwa dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22: impor emas Batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor (dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas Impor Emas Batangan).
Pengecualian PPh Pasal 22 impor emas batangan mengakibatkan perlakuan yang tidak seimbang dimana apabila impor maka tidak dipungut PPh Pasal 22; dan apabila pembelian dalam negeri maka dipungut PPh Pasal 22 senilai 0,25% (PMK Nomor 48 Tahun 2023). Secara administrasi juga terdapat kesulitan dalam memastikan apakah atas emas batangan impor tersebut akan ditujukan untuk ekspor.
Dalam rangka memberikan keadilan bagi para pelaku bisnis bullion, pemerintah menerbitkan PMK Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025. Dalam beleid tersebut, pemerintah menunjuk LJK penyelenggara kegiatan usaha bullion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan; dan pengaturan tarif PPh Pasal 22 atas impor emas batangan.
Selanjutnya, Pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas Batangan oleh Pengusaha Emas Perhiasan dan/atau Pengusaha Emas Batangan, Kepada Bank Indonesia; Melalui pasar fisik emas digital sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditas; atau kepada Lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bullion yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 5 ayat (2) PMK Nomor 52 Tahun 2025).
Berikut adalah skema pengaturan baru terkait pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas emas sesuai PMK Nomor 51 Tahun 2025:
1. Pemungut Pajak
- Untuk emas batangan impor: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
- Untuk emas batangan yang dibeli secara domestik: Lembaga Jasa Keuangan penyelenggara Kegiatan Usaha Bulion yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
2. Tarif Pajak
- Atas impor emas batangan: Dikenakan tarif 0,25% dari nilai impor, dengan atau tanpa Angka Pengenal Importir (API).
- Atas pembelian emas batangan oleh Lembaga Jasa Keuangan: Dikenakan tarif 0,25% dari harga pembelian, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. Saat Terutang dan Dipungut
- Emas impor: Pajak terutang dan dilunasi bersamaan dengan pembayaran bea masuk.
- Emas domestik (yang dibeli oleh Lembaga Jasa Keuangan): Pajak terutang dan dipungut pada saat pembelian.
4. Pengecualian Pemungutan
- Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 ini berlaku untuk pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak Lembaga Jasa Keuangan, dengan syarat sebagai berikut:
- Jumlah pembayaran maksimal Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
- Pembayaran tersebut bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10.000.000.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
*) Kudang Boro Suminar merupakan Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Timur II
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)