BPS Rilis Data 23,85 Juta Orang Tergolong Miskin, Didominiasi Perkotaan

27 Juli 2025 19:41 27 Jul 2025 19:41

Thumbnail BPS Rilis Data 23,85 Juta Orang Tergolong Miskin, Didominiasi Perkotaan
Ilustrasi buruh jahit di Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik)

KETIK, SURABAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru terkait tingkat kemiskinan pada Maret 2025 yang berada di angka 8,47 persen. Artinya, sebanyak 23,85 juta orang tergolong sebagai penduduk miskin.

Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 0,21 juta orang dibandingkan dengan kondisi pada September 2024 lalu.

"Angka kemiskinan tahun 2025 merupakan terendah selama 2 dekade," ungkap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono.

Kemiskinan di perkotaan alami kenaikan dari 6,66% menjadi 6,73% karena jumlah setengah pengangguran di perkotaan pada Feb 2025 meningkat 0,46 juta jiwa dibandingkan Agustus 2024. Penyebab lainnya adalah kenaikan harga cabai rawit, minyak goreng dan bawang putih.

"Penduduk kota identik tergantung dengan harga pasar karena penduduk kota kan umumnya tidak memproduksi sendiri sehingga kenaikan harga akan terpengaruh dengan daya beli terutama RT kelompok bawah ataupun miskin atau rentan miskin," jelasnya

Adapun, jumlah persentase penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2025 menapai sebesar 11,03%, menurun dibandingkan September 2024 yang sebesar 11,34%. Menurut Ateng, penurunan kemiskinan di desa seiring dengan kenaikan nilai tukar petani.

Sementara Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai data kemiskinan BPS tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat. Ketidakakuratan ini dikhawatirkan berdampak serius terhadap efektivitas penyaluran bantuan sosial (bansos).

"BPS melaporkan tingkat kemiskinan nasional menurun menjadi 8,47 persen per Maret 2025. Namun laporan itu dinilai tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan," kata Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira melalui keterangan tertulis pada Minggu 27 Juli 2025.

"Selama BPS masih menggunakan metode garis kemiskinan lama, datanya tidak akan menjawab realitas di lapangan. Kalau garis kemiskinan tidak direvisi, maka datanya tidak valid," tegas Bhima.

Bhima menambahkan, ketidakakuratan data juga membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran tambahan untuk mengumpulkan data alternatif demi pemetaan masyarakat miskin secara lebih akurat.

"Seharusnya data BPS bisa dijadikan acuan dalam program pemberantasan kemiskinan. Tapi sekarang, pemerintah malah harus mencari data by name by address yang kriterianya berbeda dengan BPS," pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

BPS data masyarakat miskin Badan Pusat Statistik bansos data miskin Indonesia