KETIK, MALANG – Aksi yang berujung pada kerusuhan di beberapa daerah di Indonesia mampu menimbulkan potensi darurat militer. Melihat kondisi yang ada, Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB), Aan Eko Widiarto menegaskan bahwa kerusuhan kini tidak murni datang dari massa aksi.
Menurutnya aksi yang ada di Indonesia belakangan ini sudah bukan cerminan aspirasi murni masyarakat. Hal tersebut berkaca pada aksi-aksi yang sebelumnya telah terjadi di Indonesia.
"Saya sebagai pengamat, melihat situasi ini sudah tidak murni. Kita belajar dari peristiwa ketika pemerintahan Pak Jokowi. Ada protes RUU KPK, RUU KUHP, mahasiswa ya protes, protes saja. Demo, demo saja. Bentrok, bentrok saja," ujarnya, Rabu, 3 September 2025.
Melihat dari peristiwa kerusuhan yang terjadi pada Sabtu 30 Agustus 2025 lalu, ketika aksi berlangsung hingga dini hari, terjadi pembakaran dan penjarahan pada fasilitas milik pemerintah. Ia meragukan bahwa perbuatan tersebut murni datang dari massa aksi.
"Kalau orang ingin menyatakan (protes terhadap) tunjangan (DPR), tahu kan kalau itu pakai APBN. Tetapi kalau kemudian mereka membakar, menjarah bahkan sampai menjarah cagar budaya, saya gak yakin itu adalah massa yang murni," tegasnya.
Bukan hanya masyarakat yang harus menahan diri, namun presiden juga dituntut untuk bercermin terhadap aspirasi rakyat.
Salah satu yang menjadi pemicu kemarahan masyarakat ialah proses legislasi yang berjalan tanpa melibatkan masyarakat. Pemerintah dinilai terlalu tergesa-gesa dalam merancang dan mengesahkan regulasi yang memicu kekecewaan masyarakat.
"Semuanya seolah kebut semalam jadi. Buat UU kebut semalam jadi. Seolah rakyat itu gak ada. Selesai di DPR dan Presiden. Ketika dibawa ke MK, MK nya juga gitu. Lembaga stempel. Saya yakin semuanya kecewa," katanya.
Aksi penyampaian aspirasi yang disusupi oleh provokator hingga membuat kerusuhan diberbagai daerah, mampu memicu dikeluarkannya darurat militer. Aksi kerusuhan mampu membuka peluang bagi militer masuk ke ranah-ranah sipil dan menciderai kedaulatan rakyat.
"Ketika sudah masuk ke sana, nanti yang terjadi bukanlah kedaulatan rakyat. Tetapi masuknya militer ke dalam ranah sipil. Darurat militer, jam malam, posisi sipil ditempati militer," tegasnya.(*)