KETIK, BANDA ACEH – Sektor pertanian di Aceh menanggung kerugian besar akibat banjir bandang yang melanda sejumlah kabupaten/kota pada akhir November lalu. Bencana tersebut merusak puluhan ribu hektare lahan pertanian dan menyebabkan gagal panen secara masif, terutama pada komoditas padi sawah.
Kerusakan paling parah terjadi pada lahan sawah dengan total area terdampak mencapai 89.582 hektare (ha). Padahal, luas baku sawah di Aceh tercatat sebesar 202.811 ha. Dari jumlah lahan yang terendam banjir, hanya sebagian yang masih memungkinkan untuk kembali ditanami.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) Aceh, Ir. Cut Huzaimah, MP, menjelaskan bahwa dari total sawah terdampak banjir, tidak semuanya bisa diselamatkan. Lumpur tebal yang mengendap menjadi faktor utama penyebab kerusakan permanen lahan.
”Dari 89.582 ha yang terkena, yang masih bisa ditanami padi itu 62.517 ha. Sementara itu, yang tidak bisa ditanami padi lagi ada 27.065 ha karena tertutup lumpur. Tidak ada lagi bantaran sawah sampai ketinggian 1 sampai 1,5 meter,” jelas Cut Huzaimah.
Endapan lumpur dengan ketebalan tinggi membuat ribuan hektare sawah tidak dapat dipulihkan. Kondisi ini menyebabkan hampir seluruh tanaman padi yang terdampak mengalami puso atau gagal panen total.
“Banjir kali ini memang puso semua yang ditanam karena dia diiringin oleh lumpur. Biasanya, bencana banjir itu airnya surut, kalau padi tergenang tiga hari itu tidak ada masalah. Kalau ini memang puso dan tidak mungkin diselamatkan lagi,” tegasnya.
Dampak kerusakan tersebut berujung pada kerugian ekonomi yang sangat besar. Untuk komoditas sawah saja, pemerintah Aceh mencatat estimasi kerugian sementara telah menembus angka lebih dari Rp 1 triliun.
“Estimasi kerugian untuk sawah sudah sampai 1 triliun lebih, 1 triliun 164 miliar,” kata Cut Huzaimah. Ia menambahkan, banyak petani sebenarnya sudah memasuki masa panen, namun gagal memanen hasil tanamannya akibat curah hujan ekstrem yang disertai banjir bandang.
Selain padi sawah, banjir juga merusak sejumlah komoditas pertanian lainnya. Komoditas jagung terdampak seluas 767 ha yang tersebar di empat kabupaten. Sementara itu, sektor hortikultura seperti cabai, bawang, dan kentang mengalami kerusakan pada lahan seluas 1.009 ha di 11 kabupaten/kota.
Dampak bencana juga merambah sektor perkebunan. Komoditas kakao, kelapa, dan kopi tercatat terdampak pada area seluas 13.023 ha. Data tersebut menunjukkan skala kerusakan yang meluas hampir di seluruh subsektor pertanian Aceh.
Secara keseluruhan, total lahan pertanian dan perkebunan yang telah dilaporkan dan diekspos ke Posko Tanggap Darurat mencapai 14.799 ha, yang merupakan gabungan dari lahan jagung dan komoditas pertanian lainnya.
Cut Huzaimah menegaskan bahwa angka kerugian tersebut masih bersifat sementara. Pemerintah Aceh terus melakukan pendataan lanjutan seiring proses verifikasi di lapangan yang masih berlangsung, sehingga angka kerusakan dan kerugian diperkirakan masih dapat berubah.
