KETIK, SURABAYA – Putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, menegaskan bahwa ayahandanya tidak hanya dikenal sebagai pelindung kelompok minoritas dan pejuang pluralisme, tetapi juga sosok yang sangat menghormati perempuan.
Hal tersebut disampaikan Yenny Wahid dalam acara Haul ke-16 Gus Dur sekaligus tasyakuran atas penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang digelar di Taman Bungkul, Surabaya, pada Kamis malam, 18 Desember 2025.
“Banyak kelompok agama lain merasa terlindungi oleh sikap Bapak yang menghormati perbedaan. Namun Gus Dur juga memiliki keistimewaan lain, yakni sangat menghormati perempuan,” ujar Yenny dalam orasinya di hadapan ribuan jamaah.
Direktur Wahid Institute itu mengawali sambutan dengan melantunkan Sholawat Fatih. Ia berharap doa tersebut menjadi wasilah pengampunan dosa sekaligus membawa kesejukan bagi bangsa.
Yenny menjelaskan, Gus Dur merupakan sosok yang memandang perbedaan sebagai keniscayaan. Menurutnya, ayahnya kerap mengatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia tidak ada yang sama, bahkan sidik jari setiap orang pun berbeda.
“Gus Dur selalu mengingatkan bahwa Tuhan tidak menilai manusia dari fisiknya, melainkan dari ketakwaannya. Kalau memang Tuhan menghendaki semua manusia satu agama, itu sangat mudah bagi-Nya. Namun keindahan justru lahir dari perbedaan,” tuturnya.
Dalam konteks tersebut, Gus Dur juga tidak pernah membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Yenny mengenang cerita sang ibu, Nyai Hj Sinta Nuriyah Wahid, bahwa Gus Dur turut terlibat langsung dalam urusan domestik.
“Bapak menggendong saya saat masih bayi, mengantar ke ibu untuk menyusu, mencuci popok, mencuci piring, bahkan membantu ibu berjualan kacang. Bagi Bapak, yang penting bukan jenis kelamin, tetapi apakah hidup seseorang membawa manfaat,” kata Yenny.
Selain itu, Gus Dur juga dikenal memiliki keberpihakan kuat kepada wong cilik. Yenny mencontohkan, semasa menjabat presiden, Gus Dur memperjuangkan kenaikan gaji pegawai rendahan, termasuk anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
“Haul ini bukan sekadar berharap barokah, tetapi meneladani nilai-nilai Bapak, yakni menghormati perbedaan, menghormati perempuan, dan menghargai wong cilik. Hidup yang baik adalah hidup yang bermanfaat bagi sesama,” ujarnya.
Haul ke-16 Gus Dur tersebut digelar oleh Barisan Kader (Barikade) Gus Dur Jawa Timur dan turut dihadiri Asisten Administrasi Umum Sekdaprov Jatim H. Akhmad Jazuli, Wakil Katib Syuriah PWNU Jatim KH Ilhamullah Sumarkan, Anggota DPD RI Lia Istifhama, serta sejumlah tokoh lintas agama.
Mewakili Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Akhmad Jazuli menyatakan bahwa meskipun gelar Pahlawan Nasional baru dianugerahkan belakangan, Gus Dur sejatinya telah lama menjadi pahlawan bagi rakyat.
Hal senada disampaikan Pendeta Simon Filantropa dari GKI. Ia mengaku Gus Dur merupakan sosok pahlawan yang sangat berarti bagi dirinya dan umat lintas iman.
“Setiap Desember selalu ada rasa bahagia dan sedih. Bahagia karena Natal, tetapi sedih karena Gus Dur wafat pada 30 Desember,” ujarnya.
Rencananya, haul serupa juga akan digelar di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 20 Desember 2025, dengan menghadirkan Nyai Sinta Nuriyah Wahid, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Prof Mahfud MD, serta sejumlah tokoh nasional dan lintas agama lainnya. (*)
