Warga Kawasi Tepis Gimik WALHI Maluku Utara

28 November 2025 17:28 28 Nov 2025 17:28

Thumbnail Warga Kawasi Tepis Gimik WALHI Maluku Utara
Penampungan air bersih yang disalurkan secara gratis kepada masyarakat Desa Kawasi. (Foto: Fadli For Ketik.com)

KETIK, MALUKU UTARA – Warga Kawasi menegur keras kampanye lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Maluku Utara yang dianggap melenceng dari realitas dan memicu potensi fragmentasi sosial. 

Kritik itu muncul setelah sejumlah narasi WALHI tentang kondisi Kawasi—terutama terkait kemiskinan dan akses air bersih—dinilai tidak sesuai fakta lapangan serta melukai martabat warga.

Dalam berbagai aktivitas kampanye, WALHI disebut membangun gambaran ekstrem seperti menyebut “Kawasi itu orang miskin” atau “minum air lumpur”. Bagi warga, narasi seperti itu bukan hanya distorsi informasi, tetapi juga merendahkan identitas sosial masyarakat setempat.

"Mereka (WALHI) lebih menyinggung privasi masyarakat. Kami menganggap bahwa itu bagian dari, apa, ya, semacam pelecehan bagi masyarakat Kawasi. Karena kondisi sebenarnya tidak seperti itu," tegas seorang warga Kawasi yang enggan disebutkan namanya Jumat 28 November 2025.

Kritik lebih keras datang dari Jofi Cako, warga lain yang menilai langkah WALHI sudah masuk ke wilayah yang bukan kewenangannya. Ia menyebut gerakan itu tak lebih dari intervensi sosial yang melebar tanpa ada upaya substantif yang bisa dipertanggungjawabkan.

Foto Potret Pemukiman Baru Desa Kawasi. Sudah lebih dari 200 Kepala Keluarga (KK) yang pindah dari Pemukiman Lama ke Pemukiman Baru. (Foto: Fadli For Ketik.com)Potret Pemukiman Baru Desa Kawasi. Sudah lebih dari 200 Kepala Keluarga (KK) yang pindah dari Pemukiman Lama ke Pemukiman Baru. (Foto: Fadli For Ketik.com)

"Kalau kita melihat kegiatan yang digelar WALHI ini terlalu melebar dan terlalu jauh mengintervensi persoalan Kawasi yang secara substansi itu tidak tepat," ujar Jofi.

Menurut Jofi, isu lingkungan tidak cukup dikelola lewat opini publik semata. Ia meminta WALHI membawa masalah tersebut ke ranah formal agar ada solusi konkret.

"Saya menganalisis, atau melihat, tidak ada ujungnya, yang ada apa? Justru berpotensi menimbulkan ketegangan dan konflik sosial di tengah masyarakat. Cukuplah membuat opini-opini yang dampaknya justru kurang baik kepada masyarakat," tambahnya.

Salah satu isu yang sering diangkat WALHI terkait ketersediaan air dan listrik juga dibantah warga. Mereka menegaskan bahwa gangguan itu lebih disebabkan faktor teknis dan praktik penyambungan ilegal, bukan ketidakmampuan perusahaan. Di Pemukiman Baru atau Eco Village, warga menyebut layanan sudah optimal.

"Air tinggal main putar di kran. Cuma kita punya saudara-saudara yang di bawah (Pemukiman Lama) ini, tidak mau pindah entah dengan alasan bermacam-macam," kata Yustinus, warga Kawasi.

Ia juga menyebut defisit listrik terjadi karena ulah warga luar Kawasi yang melakukan penyambungan liar.

"Padahal sebenarnya kalau mereka mau pindah, itu kegelisahan mereka sepenuhnya sudah terjawab," ujarnya.

Di tengah dinamika ekologis dan sosial itu, Jofi dan warga lain sepakat perlunya evaluasi menyeluruh terhadap program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Mereka meminta seluruh pemangku kepentingan duduk bersama agar program yang berjalan benar-benar menyentuh kebutuhan warga.

"Saran saya, lakukan duduk bersama sejumlah pemangku kepentingan yang ada. Baik itu CSR atau perusahaan dengan masyarakat, pemerintah desa dengan masyarakat, yang paling penting ini, pemerintah daerah itu harus turun ke bawah," ujar Jofi.

Warga berharap Pemerintah Daerah dan perusahaan memperkuat sektor pemberdayaan masyarakat, pertanian, perkebunan, dan perikanan, agar warga bisa mandiri secara ekonomi.

"Program pemberdayaan dari aspek pertanian, perkebunan, dan perikanan, itu mungkin lebih digenjot lagi, sehingga kita di masyarakat, itu dari sekarang itu, kita istilahnya, ajari mereka, untuk mau mandiri," pungkasnya.

Tombol Google News

Tags:

Harita Nickel Halmahera Selatan Maluku Utara Walhi Warga Kawasi Air bersih