Tolak Perintah Nadiem di Kasus Korupsi Laptop, Orang Ini Layak Dapat Penghargaan dari Presiden

17 Juli 2025 17:51 17 Jul 2025 17:51

Thumbnail Tolak Perintah Nadiem di Kasus Korupsi Laptop, Orang Ini Layak Dapat Penghargaan dari Presiden
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar. (Foto: Istimewa/ Kejagung)

KETIK, JAKARTA – Keberanian seorang pejabat negara dalam menjaga integritas dan akuntabilitas pengadaan barang milik negara kembali menjadi sorotan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap seorang pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menolak arahan Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim atas pengadaan laptop Chromebook untuk digitalisasi pendidikan.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar menyebut pejabat tersebut adalah Direktorat SD Kemendikbudristek, Bambang Hadi Waluyo.

"PPK sebelumnya yakni Bambang Hadi Waluyo diganti karena tidak mampu melaksanakan perintah NAM (Nadiem Anwar Makarim) untuk pengadaan TIK berbasis Chrome OS," ujar Qohar dikutip dari Suara.com.

Qohar menyebut bahwa Bambang tak mampu menuruti permintaan Nadiem, maka dari itu Bambang dicopot pada tanggal 30 Juni 2020 di Hotel Arosa Jakarta Selatan.

"30 Juni 2020, SW mengganti Bambang Hadi Waluyo sebagai PPK dengan PPK yang baru bernama Wahyu Haryadi karena Bambang Hadi Waluyo dianggap tidak mampu melaksanakan perintah NAM untuk pengadaan TIK dengan menggunakan Chrome OS," ujar Qohar.

Penggantinya adalah Wahyu Haryadi, yang langsung mengganti posisi Bambang di Kemendikbudristek.

Setelah penggantian, Wahyu Haryadi langsung menindaklanjuti perintah Sri Wahyuningsih (SW) Ia bahkan disebut telah bertemu dengan perwakilan perusahaan penyedia, Indra Nugraha, untuk membahas pengadaan.

Tak hanya itu, Sri juga diduga memerintahkan agar metode pengadaan diubah dari e-katalog menjadi menggunakan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLAH), serta menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) pengadaan laptop untuk sekolah dasar: 15 unit laptop dan 1 konektor per sekolah dengan nilai Rp 88,25 juta per paket, bersumber dari dana transfer ke satuan pendidikan.

Qohar menyebut, proyek pengadaan laptop berbasis Chrome OS tersebut diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,9 triliun dalam kurun waktu 2020–2022.

“Proses pengadaan diarahkan untuk memilih sistem operasi tertentu sejak awal, termasuk melalui penyusunan juklak yang disesuaikan,” ungkap Qohar.

Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan empat tersangka:

1. Sri Wahyuningsih (SW), mantan Direktur SD sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) 2020-2021.
2. Mulyatsyah (MUL), mantan Direktur SMP.
3. Ibrahim Arief (IBAM), konsultan perorangan.
4. Jurist Tan (JT/JS), mantan staf khusus Mendikbudristek era Nadiem.(*)

Tombol Google News

Tags:

Kejagung Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar Jampidsus kasus korupsi laptop Nadiem Makarim Kemendikbudristek chromebook