KETIK, PALEMBANG – Persidangan kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan pemerasan terkait penerbitan surat mundur layak K3 Gedung Serbaguna Atyasa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin 11 Agustus 2025.
Dua terdakwa, Harni Rayuni dari PT Dhiya Aneka Teknik (Perusahaan Jasa Kesehatan dan Keselamatan Kerja/PJK3) dan Firmansyah Putra selaku Kepala Bidang di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel, hadir bersama penasihat hukum mereka.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Idi'il Amin menghadirkan dua saksi, yakni terpidana Deliar Marzoeki dan Alex Rahman.
Dalam persidangan, Harni Rayuni membantah pernyataan saksi Deliar Marzoeki yang menyebut tidak adanya uji riksa pada kasus Atyasa. Harni mengaku justru dipaksa oleh Deliar untuk menerbitkan surat mundur layak K3 pasca insiden kecelakaan lift barang di gedung tersebut.
“Jika kami tidak mau mengeluarkan surat mundur layak K3, saksi Deliar mengatakan tidak akan memakai jasa PT kami lagi,” ujar Harni di hadapan majelis hakim.
Hakim kemudian mengonfirmasi pernyataan tersebut dan mempertanyakan kebenaran bahwa penerbitan surat mundur layak K3 dilakukan tanpa uji riksa.
“Tidak ada uji riksa terkait penerbitan surat itu, tapi LHP tetap keluar dan ditandatangani oleh abang saya selaku Direktur PT Dhiya Aneka Teknik," jawab Harni denhan tegas.
Usai sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahran Jafizhan dari Kejari Palembang mengungkapkan, fakta persidangan menunjukkan penerbitan surat layak K3 pasca insiden jatuhnya lift barang memang tidak melalui mekanisme uji riksa.
“Hanya ada surat keterangan mundur layak K3, tanpa prosedur pemeriksaan terlebih dahulu,” jelas Syahran.
Ia juga mengonfirmasi adanya permintaan sejumlah uang dari pihak Disnakertrans Sumsel saat pengurusan surat tersebut. Rencananya, saksi SL, yang diduga memberikan uang kepada dinas, akan dihadirkan pada persidangan berikutnya.
Dari informasi yang dihimpun, penerbitan surat mundur layak K3 diduga merupakan upaya menyamarkan insiden kecelakaan yang menimpa Marta Saputra (41), kru lighting Wedding Aldila. Korban mengalami lengan putus dan patah kaki akibat jatuhnya lift barang di Gedung Atyasa.
Diduga, manajemen gedung tidak melakukan perawatan dan uji kelayakan lift selama lebih dari tiga tahun, padahal gedung tersebut kerap digunakan untuk acara pernikahan.
Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf B, huruf E, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 jo. Pasal 56 KUHP.(*)