KETIK, SURABAYA – Menteri Keuangan Republik Indonesia (Menkeu RI) Purbaya Yudhi Sadewa, memberikan sikap tegas terhadap program Menu Makanan Bergizi (MBG). Ia memberikan waktu sampai akhir tahun, jika penerapan MBG rendah maka dana akan dikurangi.
Walaupun program MBG sebenarnya bukan berasa di bawah kewenangannya, namun akhir Oktober 2025 ini, Purbaya melakukan evaluasi terhadap serapan dana tersebut.
"Pelaksanaan program MBG sebenarnya bukan berada di bawah Kemenkeu. Tapi kami lihat sampai akhir Oktober, kalau bisa diserap, kami enggak akan potong anggarannya," kata Purbaya pada saat kunjungan di Gedung Keuangan Negara (GKN) I, Surabaya, Kamis, 2 Oktober 2025.
Sebaliknya, kata Purbaya, apabila penyerapan dana program MBG tidak sesuai dengan perhitunhan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), maka ia akan melakukan pengkajian ulang.
"Kalau anggaran dana MBG tidak bisa diserap dengan baik sampai akhir Desember, ya kami akan kurangi gitu aja. Tapi sekali saya sampaikannbahwa urusan (keracunan) itu bukan urusan Kemenkeu ya," imbuhnya.
Sebagai informasi, hingga 1 Oktober 2025 kemarin, penyerapan anggaran program MBG dilaporkan baru mencapai Rp 21 triliun. Jumlah itu baru memenuhi 29,6 persen dari pagu anggaran MBG dalam anggaran APBN 2026 senilai Rp 76 triliun.
Terpisah, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dasan Hindayana mengaku optimistis anggaran proyek MBG bisa terserap penuh pada akhir tahun 2025 ini. Ia melanjutkan, percepatan anggaran tersebut sejalan dengan pembangunan dapur satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang masih berlangsung di seluruh daerah
Hal ini dikarenakan satu SPPG, akan menambah serapan anggaran sebesar Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar. Selain itu BGN juga telah mendapatkan lampu hijau dari Kemenkeu untuk menerima tambahan anggaran sebesar Rp 28 triliun.
Dengan jumlah anggaran tersebut, BGN menyebut akan menyerap Rp 99 triliun pada akhir 2025.
"Kalau anggaran dana MBG tidak bisa diserap dengan baik sampai akhir Desember, ya kita akan kurangi gitu aja. Tapi sekali saya sampaikan bahwa urusan (keracunan) itu, bukan urusan Kemenkeu ya," ungkapnya. (*)