KETIK, MALANG – Stadion Gajayana Kota Malang kini nyaris berusia seabad. Stadion yang terletak di jantung Kota Malang ini dibangun pada era kolonial Belanda dan menjadi salah satu stadion bersejarah di Indonesia.
Dalam perkembangannya, Stadion Gajayana beberapa kali mengalami renovasi. Renovasi terakhir dilakukan pada 2025 untuk mendukung pelaksanaan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025, dengan fokus pada pembenahan drainase dan lintasan atletik.
Pada awal 1990-an, Stadion Gajayana sempat mengalami renovasi total. Renovasi ini sekaligus menandai perubahan Gajayana dari stadion tradisional menjadi miniatur Stadion Gelora Bung Karno.
Renovasi Gajayana ini tak lepas dari kapasitas stadion yang hanya mampu menampung sekitar lima ribu penonton. Sementara, animo Aremania sangat besar, terlebih dengan kehadiran bintang lapangan hijau saat itu, Bambang Nurdiansyah, di skuad Singo Edan.
Dalam proyek renovasi ini, Pemerintah Kota Malang menggandeng PT Putra Arema, milik Lucky Acub Zaenal. Selain itu, sokongan juga datang dari PT Bakrie Brothers, milik Nirwan Dermawan Bakrie.
Pemugaran dilakukan pada akhir 1989. Nyaris semua bagian stadion, mulai dari tembok sampai tribun, tak lepas dari perombakan tersebut.
Pagar stadion dimundurkan 25 meter. Sementara, jumlah trap tribun ditambah menjadi 25 trap. Hal ini membuat kapasitas penonton melonjak menjadi 17 ribu orang.
Pemugaran Gajayana ini dilakukan oleh sekitar 300 orang pekerja dan menghabiskan dana sekitar Rp3 miliar, jumlah fantastis waktu itu. Perombakan ini pun tuntas pada pengujung 1990.
Selama perombakan ini, Arema Malang harus mengungsi. Stadion Brantas Kota Batu menjadi kandang Singo Edan selama Gajayana dipoles menjadi 'Senayan Mini'. (*)
