Sidang Lanjutan Korupsi Pokir OKU: Pengakuan Sugeng Ungkap Desakan Mendra dan Tawaran Proyek 'Setengah Hati'

14 Juli 2025 20:33 14 Jul 2025 20:33

Thumbnail Sidang Lanjutan Korupsi Pokir OKU: Pengakuan Sugeng Ungkap Desakan Mendra dan Tawaran Proyek 'Setengah Hati'
Terdakwa Ahmad Sugeng Santoso memberikan keterangannya dalam persidangan kasus suap dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Ogan Komering Ulu (OKU). Senin 14 Juli 2025 (Foto: M Nanda/Ketik)

KETIK, PALEMBANG – Sidang lanjutan kasus suap dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) kembali menyibak fakta baru. Terdakwa Ahmad Sugeng Santoso, yang diduga sebagai pemberi suap, mengaku sempat menolak tawaran proyek senilai puluhan miliar rupiah.

Pengakuan ini diungkapkan Sugeng di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Senin 14 Juli 2025.

Dalam persidangan yang dipimpin Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, terungkap fakta mengejutkan dari rekaman percakapan antara Sugeng dengan mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Novriansyah. Sugeng, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama terdakwa M Fauzi alias Pablo, mencoba membela diri.

"Itu saya menelepon Pak Novri maksudnya menolak secara halus ajakannya untuk mengerjakan proyek, karena nilai proyeknya terlalu besar dan saya tidak sanggup," dalih Sugeng di ruang sidang.

la beralasan, perusahaannya yang bergerak di bidang pengadaan komputer tidak memiliki kapasitas untuk proyek konstruksi seperti pembangunan jalan dan gedung. Sugeng mengaku hanya memiliki modal Rp1,5 miliar, yang merupakan dana untuk usaha toko komputernya.

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membantah klaim tersebut. Dalam rekaman percakapan yang diputar, tidak terdengar sedikit pun kata penolakan dari Sugeng.

Sebaliknya, JPU menduga Sugeng justru membuka peluang untuk mendapatkan proyek dengan nilai yang lebih kecil, sekitar Rp1,5 hingga Rp2 miliar, sesuai dengan kemampuannya.

"Kalau menurut terdakwa itu bentuk penolakan secara halus, itu hak dia. Tapi jelas dalam rekaman ini tidak ada satu kata pun yang menyatakan penolakan. Bahkan di akhir percakapan, terdakwa malah meminta petunjuk kepada Novri," tegas JPU dalam persidangan.

Sugeng kemudian membeberkan kronologi keterlibatannya dalam proyek PUPR Kabupaten OKU. la mengaku sejak awal menolak tawaran proyek bernilai fantastis itu. Namun, tekanan terus datang, terutama dari seseorang bernama Mendra yang disebutnya sebagai kontraktor dan orang dekat Kadis PUPR OKU Novriansyah.

Awal Februari 2024, Sugeng dihubungi Mendra untuk bertemu dan berbincang santai. Namun, Mendra kembali mendesak Sugeng untuk datang ke Dokter Koffe di Baturaja karena sudah ditunggu oleh Novriansyah. Di sana, Sugeng mendapati empat orang menunggunya: Novriansyah, Mendra, Raidi, dan Ibul.

"Saya kaget, proyek itu tidak bisa dipilih-pilih, harus diambil seluruhnya dengan fee 22 persen. Saya langsung menolak karena itu di luar kemampuan saya," kata Sugeng, menceritakan tawaran proyek Rp45 miliar yang langsung disampaikan Novriansyah.

Meskipun Sugeng menjelaskan bahwa ia hanya pengusaha toko komputer dengan modal terbatas, penolakan tersebut tak membuat Mendra mundur. Desakan semakin intens dalam beberapa hari berikutnya.

Mendra terus membujuk Sugeng untuk menerima tawaran proyek yang disebutnya datang langsung dari Kadis PUPR OKU. "Yang punya kue Pak Novri, yang motong kue Pak Novri, yang bagikan juga Pak Novri," tiru Sugeng menirukan ajakan Mendra.

Penawaran proyek juga kembali disampaikan dalam pertemuan kedua di Lucky Karaoke. Kali ini, peran Mendra semakin menonjol, bahkan membawa serta Redi yang disebut sebagai orang lapangan. Namun, Sugeng tetap bersikukuh menolak.

Tekanan dan desakan berlanjut hingga pertemuan ketiga di rumah Sugeng. Nilai proyek diturunkan menjadi Rp19 miliar dengan dua pekerjaan utama, pembangunan jalan dan gedung. Namun, Sugeng tetap menolak.

Tekanan yang terus-menerus dari Mendra dan Redi membuat Sugeng merasa terganggu. la akhirnya menelepon langsung Novriansyah untuk menyampaikan penolakan secara halus.

Namun, pada akhirnya, Sugeng tak menampik bahwa ia menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada Novriansyah. Dana itu disebutnya berasal dari modal usaha tokonya, dan ia menyerahkan karena terus didesak Mendra yang bertindak atas nama dan perintah Kadis PUPR.

Jaksa KPK menegaskan pihaknya akan mendalami lebih jauh soal aliran dana dan dugaan kuat bahwa proyek ini telah dikondisikan sejak awal oleh pihak-pihak tertentu di Dinas PUPR OKU. 

Kasus ini menjadi pengingat terhadap pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana aspirasi di daerah, serta menguatkan dugaan adanya praktik kongkalikong dalam pengadaan proyek Pokir DPRD OKU yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah. KPK kini terus menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.(*) 

Tombol Google News

Tags:

Kasusk Korupsi Dana Pokir OKU KPK Pengadilan Negeri Palembang