KETIK, BANDA ACEH – Malam di Aula Pendopo Bupati Nagan Raya, Aceh itu terasa berbeda dari biasanya, Selasa, 4 November 2025. Udara sejuk khas daerah yang terkenal dengan batu giok itu berpadu dengan semangat hangat dari para jurnalis, pejabat, dan tamu undangan yang memenuhi ruangan megah berhias lampu-lampu temaram.
Di panggung utama, logo Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan logo peringatan 1 Dekade PWI Nagan Raya terpampang gagah di videotron, seakan menjadi saksi perjalanan satu dekade organisasi wartawan di kabupaten yang dijuluki “Bumi Rameune” ini.
Begitu prosesi pengukuhan dimulai, suasana menjadi khidmat. Satu per satu, 19 anggota PWI Nagan Raya dipanggil maju untuk dikukuhkan langsung oleh Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin. Tepuk tangan hangat mengiringi setiap nama yang disebut.
Dalam itu, panitia juga mengundang para pejabat penting di antaranya, Bupati Nagan Raya, Wakil Bupati Nagan Raya, Ketua DPRK, Kapolres, Dandim, Kajari, tokoh masyarakat, serta insan pers dari Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya dan Aceh Jaya tampak khusyuk menyimak momen bersejarah itu.
Pengurus PWI Nagan Raya foto bersama jurnalis dari Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat dan Aceh Barat Daya di Aula Pendopo Bupati Nagan Raya, Selasa, 4 November 2025 malam. (Foto: T. Rahmat/Ketik)
Namun malam itu bukan hanya tentang seremoni. Ia adalah perayaan perjalanan panjang, sebuah refleksi tentang bagaimana tinta dan lensa jurnalis Nagan Raya ikut menulis dan merekam kisah daerahnya sendiri selama sepuluh tahun terakhir.
Ketua PWI Nagan Raya, Zulfikar, yang dibalut kemeja putih dan celana bahan hitam tampil penuh semangat di podium. Dengan suara bergetar namun mantap, ia mengajak hadirin menoleh ke belakang, ke masa ketika PWI Nagan Raya baru dirintis, hingga kini menjadi wadah profesional bagi 19 wartawan dari berbagai media elektronik, cetak dan online.
“Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat. PWI Nagan Raya telah berproses dengan semangat kebersamaan dan profesionalisme. Kami berkomitmen terus menjadi mitra kritis dan konstruktif bagi pemerintah serta masyarakat,” ujar Zulfikar, disambut tepuk tangan.
Ia tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dan para sponsor yang turut memastikan malam itu berjalan sempurna. Dalam suaranya, terselip rasa bangga — bukan hanya atas capaian PWI, akan tetapi juga atas kehangatan solidaritas yang terjalin.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana, Lukman, tampak lega. Walaupun tanpa bacaan yang pasti, namun ucapan lisannya di hadapan para pejabat tinggi daerah tersebut seakan telah terkonsep.
Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa acara ini bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan penghormatan atas dedikasi para jurnalis yang terus bekerja di garis depan informasi publik.
"Kami ingin memberi apresiasi bagi semua yang berkontribusi positif di Nagan Raya. Karena itu, malam ini kami menyerahkan penghargaan kepada 28 nominasi dari berbagai bidang,” ujarnya, tersenyum lebar.
Dan benar saja, suasana semakin meriah ketika nama-nama penerima penghargaan dipanggil satu per satu. Mereka naik ke panggung disambut sorak dan kamera yang berkilat, seakan simbol apresiasi atas kerja nyata di tengah masyarakat.
Namun puncak malam benar-benar pecah ketika Maimunzir, atau akrab disapa Bang Gaes, naik ke atas panggung. Dengan gaya khasnya yang nyentrik, ia menyapa penonton sambil melantunkan lagu hits-nya, “Poh Bandet.
Maimunzir. Penyanyi Aceh ikut memeriahkan pagelaran 1 Dekade PWI Nagan Raya di Aula Pendopo Bupati Nagan Raya, Rabu, 4 November 2025. (Foto: T. Rahmat/Ketik)
Begitu nada pertama terdengar, tampak sebagian hadirin spontan berdiri, bertepuk tangan, dan ikut bersenandung. Aura kebersamaan malam itu seolah menembus batas profesi dan jabatan, semua larut dan terlena dalam euforia musik Aceh yang kental dan menggugah.
Gelak tawa, tepuk tangan, dan lantunan lagu menjadi penutup sempurna dari malam penuh makna itu. Sebuah malam yang bukan hanya menandai 1 Dekade PWI Nagan Raya, tetapi juga babak baru bagi insan pers di daerah tersebut untuk terus menulis, mengabarkan, dan menginspirasi.
Di antara gemerlap lampu dan senyum yang tak surut, terselip satu pesan kuat: pena wartawan Nagan Raya akan terus menorehkan jejak — bukan sekadar untuk memberitakan, tetapi untuk membangun peradaban kata di tanah kelahiran mereka sendiri. (*)
