KETIK, BONDOWOSO – Ribuan santri dan alumni pesantren dari berbagai daerah di Jawa Timur dan Madura memadati Alun-alun Bondowoso, Kamis, 16 Oktober 2025.
Mereka menggelar aksi damai untuk menyampaikan protes terhadap program “Expose Uncensored” yang ditayangkan Trans7. Tayangan tersebut dianggap melecehkan ulama dan mencoreng kehormatan dunia pesantren.
Peserta aksi berasal dari berbagai pondok pesantren ternama, di antaranya Lirboyo Kediri, Sidogiri Pasuruan, Tebuireng dan Tambak Beras Jombang, Denanyar Jombang, Al-Anwar Sarang Rembang, Zainul Hasan Genggong Probolinggo dan Nurul Jadid Paiton
Kemudian Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, Walisongo Situbondo, serta sejumlah pesantren di Bondowoso seperti Darul Falah, Nurul Qornain Jember, dan Al Imam Grujugan Lor.
Gelombang solidaritas ini juga melibatkan sejumlah organisasi keislaman, seperti PMII, Ansor–Banser, IPNU–IPPNU, Pagar Nusa, dan RMI PCNU Bondowoso. Sejumlah kiai dan tokoh pesantren turut hadir memberi dukungan langsung kepada peserta aksi.
Kegiatan dimulai dengan doa bersama untuk para ulama dan syuhada, dilanjutkan dengan orasi bergantian dari perwakilan pesantren. Dalam orasinya, para peserta menilai tayangan Trans7 telah menampilkan pesan yang menyesatkan serta merendahkan peran kiai dalam kehidupan berbangsa.
Koordinator aksi, M. Abdul Kholik, menyampaikan bahwa massa menuntut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar memberikan sanksi keras kepada Trans7.
“Tayangan itu tidak memenuhi kaidah jurnalistik. Banyak potongan video yang diambil tanpa izin, bahkan bisa melanggar hak cipta. Kami mendesak KPI untuk mencabut izin siar Trans7,” tegas Kholik, alumni Ponpes Zainul Hasan Genggong, Probolinggo.
Dukungan juga datang dari Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, yang hadir langsung di lokasi aksi. Ia menilai bahwa tayangan tersebut telah melupakan sejarah besar perjuangan para ulama dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Trans7 seharusnya paham, kemerdekaan negeri ini tidak lepas dari peran pesantren. Ponpes Lirboyo pernah menjadi markas Kodam Brawijaya pada tahun 1965. Para ulama pun turut berjasa menumpas PKI. Karena itu, kami khawatir tayangan ini digerakkan oleh pihak yang ingin merusak citra ulama,” tegas Dhafir.
Sementara itu, Bupati Bondowoso KH Abdul Hamid Wahid, yang juga Dewan Pengasuh Ponpes Nurul Jadid, mengapresiasi jalannya aksi yang berlangsung damai dan tertib.
“Pemerintah daerah menghormati aspirasi masyarakat, terutama para santri dan alumni pesantren. Kami akan meneruskan aspirasi ini sesuai prosedur dan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Aksi diakhiri dengan penandatanganan pernyataan sikap bersama yang menegaskan komitmen menjaga marwah pesantren serta menyerukan agar media nasional lebih bijak dalam menayangkan konten yang menyangkut nilai-nilai keagamaan dan simbol keulamaan.
Hingga aksi berakhir menjelang siang, situasi di sekitar Monumen Gerbong Maut dan Alun-alun Bondowoso tetap kondusif. Aparat kepolisian dan Satpol PP turut mengawal jalannya kegiatan hingga seluruh peserta membubarkan diri dengan tertib.(*)