“Raja Kecil” di Kota Blitar dan Arogansi yang Mengemuka

Suhu Politik di Balai Kota Blitar Belakangan Menghangat

15 Oktober 2025 15:25 15 Okt 2025 15:25

Thumbnail “Raja Kecil” di Kota Blitar dan Arogansi yang Mengemuka
Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin saat konferensi pers di Pasar Wage, Rabu 15 Oktober 2025. (Foto: Favan/Ketik.com)

KETIK, BLITAR – Suhu politik di Balai Kota Blitar belakangan meningkat tajam. Dalam dua pekan terakhir, Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin, yang akrab disapa Mas Ibin, menjadi sorotan publik setelah sejumlah pernyataannya memantik kontroversi.

Dari ucapan soal “raja-raja kecil” di lingkungan pemerintahan hingga tanggapannya yang keras terhadap kritik Ketua DPRD, semua meninggalkan kesan yang sama: arogansi sedang tumbuh di pusat kekuasaan Kota Patria.

Istilah “raja kecil” pertama kali diucapkan Mas Ibin saat pelantikan pejabat baru di Balai Kusumo Wicitro, Senin 13 Oktober 2025. Di hadapan para ASN, ia menyinggung adanya oknum di birokrasi yang “merasa berkuasa seperti raja kecil” dan tak sejalan dengan arah kebijakan wali kota.

Sehari berselang, di sela konferensi pers di Pasar Wage, pernyataan itu kembali diulang. Kali ini, ia menambahkan komentar yang memperkeruh suasana.

“Yang tersinggung dengan kata-kata ‘raja-raja kecil’ mulai bermunculan,” ujarnya sambil tersenyum.

Ucapan itu langsung menjadi bahan pembicaraan di lingkungan Pemkot. Beberapa pejabat menilai pernyataan tersebut terlalu tendensius dan berpotensi menimbulkan kecurigaan antarsesama ASN.

Seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya mengatakan, atmosfer internal pemerintahan kini terasa tidak nyaman.

“Kami jadi saling menebak siapa yang dimaksud. Ucapannya menimbulkan kesan seolah ada musuh di dalam rumah sendiri,” katanya kepada Ketik.com.

Ketegangan itu terjadi di tengah polemik mutasi besar-besaran pejabat yang digelar Pemkot Blitar beberapa waktu lalu. Kebijakan tersebut menuai kritik dari Ketua DPRD Kota Blitar, Syahrul Alim, yang menilai penunjukan sejumlah pejabat pelaksana tugas (Plt) di posisi strategis dilakukan secara tergesa dan tanpa koordinasi dengan pihak legislatif maupun Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Alih-alih menjelaskan secara terbuka, Wali Kota Ibin justru menanggapi dengan nada tinggi.

“Plt itu banyak dari Eselon III, pengalaman lho itu. Kok ada yang ngomong tidak kompeten, saya kira lucu ya. Ini tata kelola pemerintahan, jadi yang gak ngerti ya mohon maaf,” ujarnya, Selasa 14 Oktober 2025.

Pernyataan belum berhenti di situ.

“Yang merasa sok pintar disimpan dulu. Kalau mau jadi wali kota, ya lima tahun lagi,” tambahnya.

Bagi sebagian kalangan, ucapan itu terdengar seperti serangan pribadi terhadap Ketua DPRD, bukan sekadar bantahan atas kritik kebijakan.

Seorang pengamat politik lokal menyebut, gaya komunikasi wali kota menunjukkan kecenderungan defensif dan reaktif terhadap kritik publik.

Situasi makin panas setelah Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba, menyatakan secara terbuka bahwa ia tidak dilibatkan dalam proses mutasi tersebut.

“Saya tidak dilibatkan sama sekali,” ujarnya singkat.

Pernyataan Elim memperkuat dugaan bahwa hubungan antara wali kota dan wakilnya sedang tidak harmonis.

Mas Ibin sempat menanggapi isu itu dengan analogi yang menimbulkan polemik baru.

“Mohon maaf, misalkan ada majikan dan ada pembantu. Kalau pembantu gak Anda suruh bikin kopi, kan malah enak iso nge-game (bisa main game),” kata Ibin.

Kalimat itu menjadi perbincangan di kalangan ASN. Banyak yang menilai pernyataan tersebut tidak pantas diucapkan seorang kepala daerah. Seorang staf senior di Pemkot menyebutnya sebagai “cermin sikap feodal di tengah sistem demokratis.”

Pengamat kebijakan publik, Nugroho, menilai gaya kepemimpinan Mas Ibin menunjukkan gejala klasik pemusatan kekuasaan.

“Ucapan seperti ‘raja kecil’ itu bisa menjadi bumerang. Ia ingin menertibkan birokrasi, tetapi justru menumbuhkan ketakutan dan kecurigaan,” katanya, Rabu 15 Oktober 2025.

Menurut Nugroho, jika pola komunikasi ini terus berlanjut, konsekuensinya bisa serius.

“Kritik yang dianggap serangan pribadi akan membuat sistem pengawasan lumpuh. Itu bahaya bagi birokrasi yang sehat,” ujarnya.

Syauqul Muhibbin, yang semula dikenal sebagai sosok muda dengan gaya populis dan blak-blakan, kini menghadapi ujian kepemimpinan paling serius selama masa jabatannya. Gaya komunikasinya yang keras mulai menimbulkan resistensi, bahkan di kalangan pendukung sendiri.

Publik Blitar kini menunggu langkah selanjutnya: apakah Mas Ibin akan meredam konflik dengan dialog, atau tetap melanjutkan gaya konfrontatifnya. Sebab di tengah suasana politik yang kian panas, satu hal tampak jelas istilah “raja kecil” telah membuka bab baru dalam kisah kekuasaan di Kota Patria. (*)

Tombol Google News

Tags:

raja kecil Ibin Mas Ibin Syauqul Muhibbin Blitar Kota Blitar Elim Tyu Samba Wali Kota Blitar Wakil Wali Kota Blitar