KETIK, JOMBANG – Dunia pendidikan di Kabupaten Jombang kembali menjadi sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi D DPRD Jombang, Senin, 15 Juli 2025.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang disorot tajam atas sejumlah persoalan mendasar, mulai keterlambatan distribusi seragam, kebingungan dalam sistem SPMB, hingga kekosongan kuota siswa di sejumlah sekolah.
Ketua Komisi D DPRD Jombang, Agung Natsir, mengkritik molornya distribusi kain seragam gratis yang nyaris terjadi setiap tahun. Menurutnya, keterlambatan tersebut berimbas langsung pada kesiapan siswa di awal tahun ajaran.
"Data siswa seharusnya sudah lengkap sejak awal. Jika sistem berjalan baik, seragam bisa sampai ke tangan siswa tepat waktu,” tegas Agung.
Komisi D pun mendesak Disdikbud melakukan penjadwalan ulang pengadaan dan distribusi seragam agar tidak mengganggu proses belajar. Bahkan, isu pemotongan biaya oleh oknum juga mencuat. Agung menegaskan pengawasan akan diperketat demi menjamin transparansi dan keadilan.
Masalah lain yang mencuat adalah pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB). Banyak orang tua siswa belum memahami mekanisme seleksi, khususnya pada jalur zonasi, afirmasi, dan pindah tugas.
“Kepala sekolah dan guru harus aktif memberikan sosialisasi kepada wali murid. Jangan sampai muncul spekulasi yang meresahkan,” ujar Agung.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, Wor Windari, mengatakan bahwa pengadaan kain dan seragam tahun ini telah melibatkan penjahit lokal hingga tingkat desa. Pengadaan dilakukan melalui e-Katalog dengan menggandeng PT Utama Jaya Makmur sejak Maret, dan distribusi ke sekolah dilakukan Mei–Juni.
“Ada 213 penjahit lokal yang ditunjuk sebagai koordinator kecamatan. Mereka bekerja sama dengan 40 penjahit resmi dari e-Katalog. Harga juga sudah disepakati tanpa potongan,” jelas Windari.
Adapun harga seragam diturunkan, seragam SD dari Rp100 ribu menjadi Rp95 ribu, SMP dari Rp114 ribu menjadi Rp105 ribu per setel.
Windari juga menyampaikan bahwa semua kain sudah berada di sekolah sejak dua bulan lalu. Penjahit mengambil langsung dari sekolah dengan berita acara, sementara pengukuran dilakukan di masing-masing satuan pendidikan.
Soal Pagu Anggaran Kadis dan Kabid Tak Seirama
Penjelasan Wor Windari berbeda dari pernyataan Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, Rhendra Kusuma, bahwa pihaknya telah menetapkan pagu ongkos jahit berikut kelengkapan seragam dalam dokumen pengadaan resmi. Menurut Rhendra, pagu awal ongkos jahit untuk seragam SD dipatok Rp100 ribu per setel, sedangkan SMP Rp115 ribu. Angka tersebut sudah termasuk pajak, emblem logo sekolah, dasi, kancing, dan resleting.
“Seragamnya hanya putih merah, putih hijau, dan putih, satu anak satu saja. Ongkos jahit pagu saya Rp100 ribu untuk SD dan Rp115 ribu SMP termasuk pajak,” kata Rhendra saat dikonfirmasi.
Ia menekankan bahwa nilai pagu tersebut bukan harga mutlak. Dalam sistem e-katalog, harga akhir masih melalui proses penawaran.
“Jadi itu pagu saja. Di dalam e-katalog ada tawar-menawar. Yang ada di kami itu pagu awal,” ujarnya.
Masalah Daya Tampung Sekolah
Untuk SPMB tahun ajaran 2025, Wor Windari menyatakan proses seleksi sudah mengacu pada regulasi baru. Rinciannya, afirmasi 15 persen, zonasi 80 persen, dan pindah tugas 5 persen. Namun, realisasi daya tampung belum sepenuhnya optimal.
“Di jenjang SD, dari 14.998 kuota di 474 sekolah negeri, masih ada 555 kursi kosong. Di tingkat SMP, dari daya tampung 10.752 siswa di 48 sekolah, masih kurang 169 siswa. Terutama di wilayah Megaluh, Plandaan, Wonosalam, dan Kabuh,” ungkapnya.
Komisi D DPRD Jombang menegaskan seluruh persoalan ini harus dijadikan bahan evaluasi menyeluruh oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, agar program-program pendidikan di Jombang bisa berjalan efektif dan tepat sasaran.(*)