KETIK, TUBAN – Rencana Pemerintah Desa Ngampelrejo, kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban menghadirkan sound horeg sebanyak 12 unit di bulan Oktober, hingga penarikan iuran Rp600 ribu bagi warga setempat menui pro kontra
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tuban, Edi Utomo, menyampaikan bahwa Muhammadiyah tidak anti terhadap seni atau hiburan. Namun, jika hiburan itu menimbulkan gangguan terhadap masyarakat, maka Muhammadiyah menyatakan ketidaksetujuan.
Pernyataan ini disampaikan Edi Utomo menimbang sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur pun telah menyatakan sikap penolakannya terhadap penggunaan sound horeg.
Alasannya mencakup aspek moral karena sering disertai tarian tidak pantas, kerusakan properti, gangguan kesehatan, serta ketidaktertiban sosial.
“Jangankan sound horeg, bacaan Al-Qur’an saja jika sekiranya mengganggu warga, Muhammadiyah tidak menganjurkannya. Karena itu di masjid-masjid Muhammadiyah jarang diputar bacaan-bacaan dengan speaker luar. Ini merujuk pada hadis Nabi,” kata Edi Utomo dalam keterangan tertulisnya.
Edi mengutip hadis Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan Abu Dawud. "Janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca Al-Qur’an.”
Dengan dasar itu, kata Edi, Muhammadiyah Tuban menegaskan pentingnya menjaga ketenangan dan kenyamanan bersama di lingkungan masyarakat.
Menjelang karnaval Agustusan, Muhammadiyah mengimbau kepada seluruh penyelenggara dan terutama para siswa di lingkungan sekolah Muhammadiyah agar memperhatikan waktu salat, menjaga tata cara berpakaian yang sopan dan sesuai nilai Islam.
“Kami mendukung semangat kemerdekaan, tapi jangan sampai mengabaikan etika, waktu ibadah, dan ketertiban umum,” sambung Edi.
Dengan sikap ini, Muhammadiyah Tuban berharap seluruh lapisan masyarakat dapat menyambut perayaan kemerdekaan dengan meriah, namun tetap dalam koridor adab, akhlak, dan harmoni sosial.(*)