KETIK, SURABAYA – Pengamat Komunikasi Politik asal Universitas Airlangga Dr Suko Widodo menilai kualitas komunikasi interpersonal sangat diperlukan untuk menentukan harmonisasi yang berimbas terhadap keberhasilan seorang kepala daerah dan wakilnya dalam memimpin.
“Kepala daerah dan wakilnya harus saling percaya, saling merawat dan saling terbuka ‘di ruang tertutup’. Artinya, keduanya harus ada komunikasi yang itu hanya diketahui kedua orang tersebut,” ujarnya ditemui di Surabaya, Selasa, 15 Juli 2025, menanggapi isu keretakan hubungan sejumlah pasangan kepala daerah di Tanah Air.
Strategi komunikasi interpersonal yang dimaksud, kata dia, yaitu proses pertukaran informasi, ide, pendapat dan perasaan antara dua orang atau lebih secara langsung.
“Ketika kepala daerah terdapat masalah maka wakil seharusnya menjadi orang pertama yang tahu. Begitu juga sebaliknya. Setiap ada keputusan atau kebijakan maka keduanya harus saling mengetahui sehingga harus intesif komunikasinya,” ucap Sukowi, sapaan akrabnya.
Menurut dia, hubungan yang harmonis antara kepala daerah dan wakilnya sangat menentukan kebijakan publik karena dalam sistem politik jangan sampai ada yang dominan berperan, terlebih keduanya lahir atau dipasangkan dari partai politik berbeda, kemudian dikoalisikan.
Karena itulah ia menyarankan agar pasangan kepala daerah yang sama-sama berasal dari koalisi partai politik untuk tidak semena-mena memperlakukan pasangannya, baik kepala daerah ke wakil, maupun wakil ke kepala daerah.
Berdasarkan berbagai penelitian dan pengalaman empirik yang diamatinya, lanjut dia, kepemimpinan solid akan menghasilkan kebijakan bagus, salah satunya di Kabupaten Ngawi yang sejak dulu hingga sekarang solid karena tahu posisinya masing-masing.
“Kepala daerah jangan pernah menempatkan wakil sebagai anak buah. Begitu juga wakilnya, jangan menempatkan kepala daerah sebagai lawan politik,” tutur dosen FISIP tersebut.
Sebagaimana diberitakan, meski baru dilantik dalam hitungan bulan, hubungan beberapa kepala daerah dan wakilnya mulai retak. Faktornya beragam. Mulai adanya penyidikan KPK hingga kewenangan yang dipangkas.
Terbaru, Wakil Gubernur Bangka Belitung (Babel) Hellyana mencurahkan kegelisahan akan renggangnya hubungannya dengan Gubernur Hidayat Arsani. Hellyana bahkan menyebut komunikasinya dengan gubernur Hidayat Arsani sudah bermasalah sejak awal.
Hubungan yang memanas juga terjadi di Provinsi Jawa Barat. Hubungan Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan juga tegang. Penyebabnya Erwan merasa selalu dilangkahi kewenangannya oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Herman Suryatman.
Bahkan, banyak informasi yang tidak tersampaikan ke Erwan terkait kegiatan di Provinsi Jawa Barat. Erwan juga menganggap Herman kerap mengambil perannya sebagai wagub yang turun ke lapangan tanpa koordinasi.
Lalu ada Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dan Abdullah Vanath. Awal terjadinya keretakan Gubernur Hendrik Lewerissa dan Ketua Tim Pemenangan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Said Assagaff yang sempat memanas.
Penyebabnya disebut-sebut dipicu terkait pemilihan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Maluku. Hendrik dikabarkan mengusung jagoannya Muhammad Reza Mony sebagai calon ketua. Sedangkan, Said Assagaf juga mengusung anaknya Dandy Assagaff untuk maju bertarung sebagai bakal calon ketua HIPMI Maluku.
Keretakan juga terjadi antara Gubernur Riau Abdul Wahid dan Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto. Pemicunya terkait mulai dilakukannya pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Riau Tahun 2024.
Spekulasi tersebut semakin menguat karena SF Hariyanto kerap tidak hadir dalam beberapa agenda penting Pemerintah Provinsi Riau. Bahkan agenda yang seharusnya dihadiri kerap diwakilkan kepada Pj Sekda atau Asisten Setdaprov Riau. (*)