KETIK, MALANG – Politeknik Negeri Malang (Polinema) menggelar pelatihan Implementasi AI Ready ASEAN yang didukung oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Selasa, 11 November 2025.
Sebanyak 105 mahasiswa mengikuti kegiatan ini sebagai bentuk kolaborasi dalam memanfaatkan Kecerdasan Artifisial (AI).
“Sudah saatnya kita menggunakannya (AI) dengan etis dan bertanggung jawab,” ungkap master trainer AI Ready ASEAN, Dian Anita Maharani.
AI Ready ASEAN merupakan kemitraan antara ASEAN Foundation dan Google.org yang bertujuan membekali masyarakat dengan keterampilan untuk menghadapi perkembangan Kecerdasan Artifisial di masa depan. Program ini menyasar siswa/mahasiswa, guru, dan orang tua, dengan silabus yang dirancang untuk membangun literasi dan kompetensi fundamental AI.
Program ini ditargetkan menjangkau lebih dari 5,5 juta warga ASEAN sebagai penerima manfaat, dan dilaksanakan di 10 negara ASEAN. AI Ready ASEAN terbagi atas empat audiens target, yaitu Youth (Pemuda), Parents (Orang tua), Educators (Pendidik), dan Master Trainers.
Di Indonesia, pelaksanaan AI Ready ASEAN menggandeng beberapa Learning Implementation Partner (LIP), seperti Mafindo, Ruangguru, Kaizen, Coding Bee, dan Bebras.
Modul pelatihan terbagi dalam empat kategori utama. Pertama, AI Fundamentals (Dasar AI). Kedua, AI Usage & Implementation (Penggunaan dan Implementasi AI). Ketiga, AI Ethics, Privacy & Security (Etika, Privasi, dan Keamanan AI). Keempat, Teaching About AI (Mengajar tentang AI)
Peserta juga diberikan akses ke Learning Management System (LMS) melalui laman https://www.aiclassasean.org, sehingga mereka dapat belajar secara fleksibel dan berkelanjutan.
Polinema dan Mafindo bentuk kerja sama dalam pelatihan AI Ready ASEAN. (Foto: Mafindo)
Menurut MAFINDO, program AI Ready ASEAN merupakan inisiatif strategis dalam memberikan pelatihan dasar tentang Kecerdasan Artifisial yang etis dan bertanggung jawab. Kegiatan ini menyasar peserta di 41 wilayah MAFINDO di Indonesia, bekerja sama dengan berbagai institusi pendidikan dan komunitas.
Salah seorang peserta, Hafidz, menyoroti aspek bias dalam hasil AI. Ia menilai pentingnya mengkritisi hasil keluaran AI agar tidak merugikan kelompok tertentu akibat bias data pelatihan.
“Bias bisa diatasi dengan diversifikasi data, audit algoritma, dan peningkatan transparansi dalam pengembangannya,” ujarnya.
Menurut Rini Kartini, Master Trainer AI Ready, ada berbagai keunggulan AI, di antaranya membantu meningkatkan kreativitas dan efisiensi kerja, termasuk dalam pembuatan konten media sosial dan penulisan karya ilmiah.
“Kalau cara manual, saya harus membuka satu per satu jurnal. Sedangkan saya harus mengulik ratusan jurnal untuk tugas program doktoral,” jelas Rini.
Namun, Rini juga mengingatkan bahwa AI belum sempurna. Ia menegaskan pentingnya etika akademik, termasuk menyebutkan apabila sebuah karya ilmiah dibuat dengan bantuan AI.
“Tidak semua data yang diberikan benar. Jangan langsung percaya data yang diberikan. Verifikasi dulu,” tambahnya.
Rini juga mengingatkan bahwa penggunaan AI yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak emosional dan psikologis. Ia menyinggung sebuah kasus di Amerika Serikat, di mana seorang gadis bunuh diri akibat interaksi intens dengan AI. Kasus tersebut bahkan berujung pada gugatan hukum terhadap pengembang AI karena dianggap lalai dalam menguji keamanan modelnya.
Sementara itu, Kepala Program Studi D-IV Teknik Informatika Polinema, Ely Setyo Astuti, menuturkan bahwa kehadiran AI tidak bisa dihindari, namun harus dikendalikan dengan berpikir kritis.
“Sebagai mahasiswa, kita harus kritis menghadapi fenomena deep fake yang diproduksi dengan Kecerdasan Artifisial,” ujarnya.
Pelatihan AI Ready ASEAN di Polinema menjadi langkah penting dalam membangun kesadaran etis dan literasi digital mahasiswa di era kecerdasan buatan.
Program ini tidak hanya mengajarkan cara menggunakan AI, tetapi juga menanamkan tanggung jawab moral, sosial, dan akademik agar teknologi dapat dimanfaatkan secara aman dan bermanfaat bagi masyarakat.(*)
