Pesantren Nurul Jadid Inisiasi Dialog Global soal Nilai Islam dan Anti-Perundungan

2 Desember 2025 11:25 2 Des 2025 11:25

Thumbnail Pesantren Nurul Jadid Inisiasi Dialog Global soal Nilai Islam dan Anti-Perundungan
Dr. Ahmad Sruji Bakhtiar, Kepala Kementerian Agama Jawa Timur saat memberikan materi di seminar internasional "Universal Islamic Values for a Peaceful and Inclusive Pesantren Toward Global Civilization” di Pesantren Nurul Jadid. (Foto: Dok Panitia)

KETIK, PROBOLINGGO – Nilai-nilai Islam—terutama konsep ukhuwah—dinilai semakin penting bagi masyarakat global yang hidup dalam keterhubungan digital. Pandangan itu disampaikan oleh Rowan Gould, Co-Founder dan Co-Director Mosaic Connections Australia, saat menjadi pembicara dalam Seminar Internasional bertema “Universal Islamic Values for a Peaceful and Inclusive Pesantren toward Global Civilization” yang digelar Biro Pendidikan Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Senin, 1 Desember 2025. 

Menurut Rowan, nilai-nilai Islam tidak hanya berperan dalam membangun moralitas komunitas lokal, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap peradaban global, khususnya yang berkembang di wilayah Asia Tenggara.

“Nilai-nilai Islam memberi kontribusi besar bagi peradaban, khususnya yang tumbuh di Asia Tenggara dan Indonesia. Ini sangat diperlukan bagi kemaslahatan global,” ujarnya.

Ia juga menilai kolaborasi Australia–Indonesia melalui Australia–Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP) selama ini menjadi jembatan efektif dalam menjaga harmoni dan memperkuat dialog dua negara.

 

Peran Pesantren Perlu Dukungan Struktur Birokrasi yang Lebih Kuat

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, Ahmad Sruji Bahtiar, menyoroti peran historis pesantren dalam perjalanan bangsa. Menurutnya, pesantren merupakan institusi yang memiliki akar kuat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

“Kalau tidak ada pesantren, maka tidak ada negara. Dulu para kiai dan tokoh tarekat melakukan banyak perlawanan dan kesiapan pasukan untuk memperjuangkan kemerdekaan,” ungkapnya, mengutip sejarawan Agus Sunyoto.

Namun, Bahtiar menilai peran strategis pesantren hingga kini belum ditopang struktur birokrasi yang memadai. Ia menekankan pentingnya kehadiran Direktorat Jenderal Pesantren yang dikelola figur yang memahami kultur pesantren.

“Selama ini fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan pesantren tidak tertangani secara struktural. Yang berjalan hanya fungsi pendidikan, itu pun sebatas bantuan yang masih sangat terbatas,” katanya.

Bahtiar menambahkan bahwa berbagai halaqah Kemenag telah mengumpulkan aspirasi pesantren sebagai dasar penyusunan agenda prioritas bagi Dirjen Pesantren ke depan. Menurutnya, kebijakan yang lahir harus sesuai kebutuhan riil lembaga.

Ia juga menyoroti meningkatnya laporan kasus perundungan di lingkungan pendidikan.

“Pendekatan untuk melahirkan kesadaran individu harus ditopang oleh program, seperti SOP, sistem, pengawasan, dan semacamnya,” tegasnya.

Bahtiar menekankan bahwa pendidikan karakter, penguatan empati, kampanye internal, sistem pengawasan anti-kekerasan, dan pendekatan restoratif perlu dijalankan secara konsisten.

“Bahkan mikro-ekspresi kita saja bisa dimaknai kekerasan. Karena itu, konstruksi besar untuk meniadakan kekerasan di pesantren sangat diperlukan,” imbuhnya.

 

Pesantren Nurul Jadid Perkuat Sistem Anti-Perundungan

Di bagian akhir seminar, Kepala Biro Kepesantrenan Pesantren Nurul Jadid, Kiai Ahmad Madarik, menegaskan bahwa lembaganya tengah memperkuat kampanye anti-perundungan. Upaya ini diambil sebagai respons atas maraknya kasus bullying di berbagai institusi pendidikan, termasuk pesantren.

“Dunia pendidikan sedang menghadapi peristiwa yang kurang mengenakkan. Kita sering mendengar laporan bullying, entah di sekolah, di pesantren, bahkan kepada pengajar,” ujarnya.

Kiai Madarik mengungkapkan Pesantren Nurul Jadid telah menyusun regulasi anti-perundungan untuk menciptakan rasa aman bagi santri. Namun ia mengakui masih ada kasus terjadi karena minimnya pengetahuan dan kesadaran individu.

“Pesantren Anti Perundungan adalah harapan kami. Pesantren harus lebih ramah anak dan ramah santri,” katanya.

Seminar internasional ini tidak hanya menjadi forum pertukaran gagasan lintas negara, tetapi juga momentum bagi Pesantren Nurul Jadid untuk meneguhkan komitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan berperan aktif dalam membangun peradaban dunia yang damai.

 

Tombol Google News

Tags:

Nurul Jadid probolinggo Anti Perundungan pondok pesantren Seminar Internasional