Pernyataan Komdigi Meutya Hafid Tuai Kritik, SWI Nilai Diskriminatif

5 Oktober 2025 21:44 5 Okt 2025 21:44

Thumbnail Pernyataan Komdigi Meutya Hafid Tuai Kritik, SWI Nilai Diskriminatif
Jajaran pengurus DPP SWI (Foto: Zaelani Bako/Ketik)

KETIK, ACEH SINGKIL – Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutia Hafidz yang "mewajibkan" agar pemerintah daerah bekerja sama dan mendukung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menuai kritik keras dari kalangan pers lainnya. 

Plt. Ketum Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Herry Budiman mengatakan diksi "wajib' merupakan perintah keharusan dari Menteri Komdigi kepada Pemda.

"Masa pemerintah malah membangun dikotomi terhadap organisasi profesi wartawan yang ada di Indonesia," kata Herry, Minggu, 5 Oktober 2025.

Karena itu, tambah Herry, pernyataan Menkomdigi dinilai melanggar prinsip netralitas pemerintah dalam membina kehidupan pers yang bebas, mandiri, dan profesional.

Alih-alih memperkuat ekosistem Pers Indonesia, justru pernyataan Menkomdigi dinilai menimbulkan persepsi adanya pengelompokan organisasi wartawan resmi Pemerintah dan tidak resmi. Menurutnya, Itu berbahaya bagi kedaulatan pers di Indonesia.

"Pembinaan pers tidak ditujukan hanya satu organisasi wartawan tertentu tetapi juga kepada puluhan organisasi wartawan lainnya yang sah legalitasnya. Sehingga penguatan kedaulatan pers nasional yang menjunjung profesionalisme dapat terbangun baik." Jelas Herry.

Sementara itu, Imam Suwandi, Kabid Diklat & Litbang DPP SWI, menilai kebijakan semacam itu justru bisa menciptakan “gap” antarorganisasi wartawan.

“Ada organisasi pers yang pro dan kontra terhadap pemerintah. Jika pernyataan seperti ini dibiarkan, maka akan muncul persepsi baru bahwa hanya satu organisasi yang diakui pemerintah. Ini bisa jadi kenormalan baru yang berbahaya bagi kebebasan pers,” ujarnya.

Imam juga mendorong Dewan Pers agar bersikap tegas dan memberikan klarifikasi terhadap pernyataan Komdigi tersebut agar tidak menimbulkan multitafsir di lapangan.

Kritik lebih keras disampaikan Maryoko Aiko, pendiri Sekber Wartawan Indonesia (SWI). Ia menilai pernyataan Menteri Komdigi itu “ugal-ugalan” dan berpotensi menimbulkan implikasi hukum.

“Sebagai pejabat publik, seorang menteri harus memahami batas kewenangan. Jika Pemda diarahkan wajib menjalin kerja sama hanya dengan PWI, maka bisa timbul potensi pelanggaran hukum seperti penyalahgunaan wewenang atau bahkan indikasi Tipikor, karena mengarahkan anggaran hanya ke satu pihak,” tegas Maryoko.

Menurutnya, kerja sama dengan organisasi wartawan adalah hal yang sah, tetapi pemerintah harus netral dan membuka ruang bagi semua organisasi yang memiliki legalitas jelas, baik konstituen Dewan Pers maupun non-konstituen yang sah secara hukum.

Para tokoh pers menegaskan bahwa tugas pemerintah bukan menentukan siapa yang layak diajak bekerja sama, melainkan menjamin kebebasan pers tetap tegak sesuai amanat undang-undang.

Dalam pernyataan sikapnya, SWI menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan pers nasional dengan prinsip profesionalisme, akurasi, dan verifikasi, bukan monopoli atau sentralisasi organisasi.

“Kerja sama boleh, tapi bukan dalam bentuk kewajiban tunggal. Pers harus berdiri sejajar dengan pemerintah, bukan di bawahnya,” tandas Herry Budiman.

Langkah penegasan sikap ini diharapkan menjadi pengingat bahwa kemerdekaan pers adalah milik seluruh insan pers Indonesia, bukan milik satu organisasi. Pemerintah sebaiknya menjadi penjamin keberagaman, bukan penentu arah tunggal.(*)

Tombol Google News

Tags:

Pernyataan Men Komdigi Meutya Hafid tuai kritik SWI nilai diskriminatif 2025