KETIK, PACITAN – Penyuluh Pertanian Lapangan ( PPL) berkolaborasi dengan Pengendali Organisme Penggangu Tumbuhan (POPT) di Kabupaten Pacitan memiliki cara kreatif dalam mengendalikan serangan hama tikus yang belakangan kian merebak.
Alih-alih hanya mengandalkan pestisida kimia yang persediaannya terbatas, mereka kini memproduksi pil KB tikus berbahan dasar umbi gadung.
“Ini dari teman-teman penyuluh melakukan fasilitasi petani dengan fenomena banyaknya hama tikus. Karena kalau Gerakan Pengendalian (Gerdal) hanya mengandalkan pestisida kimia, sementara bantuan pestisida jumlahnya juga terbatas,” ungkap Koordinator Penyuluh Pacitan, Riasmoko, di sela pembuatan pil KB tikus di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Kebonagung, Senin, 22 September 2025.
Menurut Woko sapaan akrabnya, pil KB tikus ini diharapkan bisa menjadi salah satu solusi tepat dalam mengendalikan populasi hama yang sering merusak tanaman petani.
“Bagi wilayah yang mengalami serangan, kami harapkan setiap BPP bisa memproduksinya,” jelasnya.
Pil racun ini diklaim efektif untuk pengendalian hama. Pasalnya, zat didalam umbi gadung dapat membuat tikus mandul hingga mati.
Ramuan tersebut dibuat dari bahan alami yang mudah didapat, di antaranya:
- Umbi gadung kuning 1 kg
- Dedak halus 6 gelas
- Terasi 1 ibu jari
- Kemiri 5 butir
- Air secukupnya
Cara membuatnya pun relatif sederhana. Gadung dicuci bersih, dipotong kecil tanpa dikupas kulitnya lalu diblender dengan sedikit air atau diparut.
Kepala DKPP Pacitan tengah menunjukkan umbi gadung, sebagai bahan dasar pembuatan Pil KB Tikus. (Foto: Al Ahmadi/Ketik)
Terasi dan kemiri dibakar, kemudian dihaluskan bersama gadung. Campuran tersebut ditambahkan dedak, lalu diaduk hingga rata.
Adonan harus pas tidak terlalu basah dan tidak mudah hancur saat dikepal.
Adonan kemudian diratakan di baki plastik, dipotong ukuran 2x2 centimeter, lalu dikeringanginkan hingga siap digunakan.
“Terasi ini fungsinya untuk memicu tikus agar mau memakan pil tersebut,” tambah Woko.
Selain mudah dibuat, biaya produksi pil KB tikus juga tergolong murah. Untuk menghasilkan sekitar 12 kilogram pil KB tikus, dibutuhkan biaya kisaran Rp100 ribu saja.
Biaya tersebut digunakan untuk membeli terasi, kemiri, dan dedak, sementara bahan utama berupa umbi gadung diperoleh dari hasil tanam petani binaan.
“Jadi dari segi biaya juga sangat terjangkau. Mengambil bahan lokal yang ada di sekitar, ini bisa diproduksi secara mandiri oleh penyuluh maupun petani,” jelas Woko.
Kepala DKPP Pacitan, Sugeng Santoso, mengapresiasi inisiatif penyuluh yang bergerak cepat menghadapi merebaknya hama tikus.
Menurutnya, inovasi ini penting untuk membantu petani tetap bisa menjaga hasil panen.
“Kami mendukung penuh langkah kreatif teman-teman penyuluh di lapangan. Pil KB tikus ini bisa menjadi alternatif ramah lingkungan di tengah keterbatasan pestisida. Harapannya, petani tidak sampai mengalami gagal panen karena serangan tikus,” ujar Sugeng.
Ia menambahkan, pihaknya akan mendorong agar metode ini diperluas ke berbagai kecamatan rawan serangan tikus di Pacitan.(*)