KETIK, SURABAYA – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menggelar tasyakuran untuk merayakan Gelar Pahlawan Nasional yang dianugerahkan Presiden RI kepada Syaikhona Muhammad Kholil.
Acara ini diwarnai prosesi potong tumpeng oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, di Ruang Barat Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Sabtu malam, 15 November 2025.
Selain dihadiri sebagian ahli waris dan keluarga besar Syaikhona Kholil dari Madura, acara juga dihadiri jajaran Forkopimda, perwakilan MUI, PWNU Jatim, anggota DPR RI dari Partai Gerindra dapil Madura, serta sejumlah ulama dan tokoh Jawa Timur lainnya.
Gubernur Khofifah menyampaikan apresiasi yang tinggi atas penetapan Syaikhona Muhammad Kholil sebagai Pahlawan Nasional oleh negara. Menurut Khofifah, ulama karismatik asal Bangkalan itu merupakan guru bangsa yang punya kontribusi besar bagi kedaulatan negara Indonesia.
"Atas nama masyarakat Jawa Timur, kami menyampaikan rasa syukur dan penghargaan setinggi-tingginya. Penetapan Gus Dur, Syaikhona Muhammad Kholil, dan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional bukan hanya penghormatan negara, tetapi pengakuan atas keberanian moral serta ketulusan perjuangan beliau dalam menegakkan nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebangsaan," kata Gubernur Khofifah.
Gubernur Khofifah potong tumpeng, diberikan ke ahli waris, para kiai dan keluarga besar KH Syaikhona Muhammad Kholil (Foto: Martudji/Ketik.com)
Khofifah mengurai, jejak perjuangan Syaikhona Kholil tidak hanya berkaitan dengan keilmuan, tetapi juga pembentukan karakter kebangsaan. Khofifah menyebut, Syaikhona Muhammad Kholil adalah sumber cahaya spiritual dan intelektual sejati dari Madura.
"Kiprahnya kemudian menerangi bangsa dan negara. Beliau pantas disebut pahlawan karena jasanya bagi umat dan keutuhan NKRI hingga Indonesia saat ini," urai Khofifah.
Gubernur Khofifah kemudian menceritakan pengalaman uniknya. Suatu malam, seorang tokoh ulama dari Timur Tengah berkunjung ke Gedung Grahadi dan memperhatikan manuskrip, buku, serta catatan kuno yang ada di sana.
Ulama itu kemudian menyinggung salah satu buku karya Syaikhona Kholil, dan pada malam itu juga, ia meminta untuk diantar langsung ke pondok atau kampung halaman Syaikhona Muhammad Kholil di Madura.
"Kami hingga saat ini terus mencari dan mencari, terus menyisir karya karya ulama, baru selesai 400 kitab, dari 400 itu 200 kitab sudah didigitalkan, dari 200 yang sudah digital ada 48 yang sudah ada ikhtizarnya, dan 2 kitab yang sudah ada samarinya, itu saya menyuruh Ibu Tiad (dari DinsosJatim)," urai Khofifah terkait pentingnya koleksi karya ulama termasuk dari Syaikhona Muhammad Kholil.
Khofifah menambahkan, timnya dari Pemprov Jatim siap turun ke ponpes tempat dulu Syaikhona Muhammad Kholil beraktivitas. Tujuannya, mencari dan mengumpulkan sesuatu, berupa kitab atau catatan penting lainnya, terkait kiprah sejarah perjuangan dan lainnya.
"Kami punya tim, yang siap datang ke lokasi. Agar warisan-warisan keilmuan itu tidak ke mana-mana," tegas Khofifah.
Sementara itu, Wakil Bupati Bangkalan, Moh. Fauzan Ja'far, juga hadir dalam tasyakuran tersebut. Ia menyampaikan rasa syukur sekaligus kebanggaan atas pengakuan ulama besar asal Bangkalan itu sebagai Pahlawan Nasional.
"Ini adalah kebanggaan luar biasa, karena untuk pertama kalinya ulama besar asal Bangkalan mendapat gelar Pahlawan Nasional. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung, baik secara langsung maupun tidak langsung," ungkap Fauzan.
Pihaknya memberikan apresiasi kepada Dinas Sosial Provinsi Jatim dan Gubernur Khofifah yang telah memberi perhatian penuh dalam proses pengusulan hingga penetapan gelar tersebut.
Acara tasyakuran turut dihadiri para ahli waris Syaikhona Kholil, di antaranya, KH Imron Amin, KH Nasih Aschal, KH Makki Nasir, KH Dimyati Muhammad.
Hadir pula Wagub Jatim Emil, Rektor Universitas Trunojoyo Madura Prof. Dr. Safi’, serta Lajnah Thuros Syaichona Cholil, yang selama ini aktif merawat manuskrip peninggalan Syaikhona Kholil.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Syaikhona Muhammad Kholil menjadi momen bersejarah bagi masyarakat Bangkalan, Madura, dan Jawa Timur, sekaligus menjadi pengakuan negara atas ketokohan, keilmuan, dan perjuangannya. (*)
