Pemberlakuan Jam Malam Anak Pukul 22.00 WIB, Pakar Kebijakan Publik: Jangan Sampai Bias

24 Juni 2025 17:33 24 Jun 2025 17:33

Thumbnail Pemberlakuan Jam Malam Anak Pukul 22.00 WIB, Pakar Kebijakan Publik: Jangan Sampai Bias
Ilustrasi sosialisasi kenakalan remaja oleh Satpol PP Surabaya. (Humas Pemkot Surabaya)

KETIK, SURABAYA – Pemerintah Kota Surabaya terus menggencarkan sosialisasi terkait jam malam bagi anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun.

Kebijakan ini diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap meningkatnya kasus kenakalan remaja di Kota Pahlawan.

Melalui Surat Edaran Wali Kota Surabaya, seluruh anak di bawah usia 18 tahun diimbau untuk tidak berada di luar rumah atau tempat umum setelah pukul 22.00 hingga 04.00 WIB kecuali didampingi orang tua atau dalam keadaan mendesak.

Menanggapi hal ini Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Parlaungan Iffah Nasution mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak dijalankan secara bias atau hanya menyasar kalangan tertentu.

Menurutnya, pelaksanaan jam malam anak harus berpijak pada asas keadilan sosial dan disertai pendekatan edukatif, bukan semata-mata tindakan represif.

“Jangan sampai bias. Mau jam 9, 10, atau 11, kalau fokusnya tidak pada pembinaan yang melibatkan program lain, saya kira kebijakan ini sama saja,” tegas akademisi lulusan Georgia State University, Amerika Serikat tersebut pada Selasa 24 Juni 2025.

Ucok sapaan akrab dari Parlaungan Iffah Nasution menilai bahwa kebijakan ini merupakan langkah positif.

Karena, dalam implementasinya tidak hanya kebijakan publik ini melibatkan partipasi banyak pihak bahkan tingkatan RT/RW atau kelompok akar rumput lainnya.

“Tapi yang perlu dipastikan, tidak hanya bersifat konsultatif. Jangan sampai masyarakat hanya dimintai saran masukan tapi tidak dilibatkan,” kata Ucok.

Pembatasan jam malam anak juga dinilai sebagai upaya Pemkot Surabaya untuk menekan kenakalan remaja misalnya geng motor atau tawuran.

Namun, Ucok menyebut pembatasan jam malam bukan menjadi solusi tunggal dalam mengatasi masalah kenakalan remaja.

“Kalau istilah kami, weakened problems. Masalah yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan oleh satu pihak saja,” ungkap akademisi asal Pamekasan, Jawa Timur ini.

Sehingga, perlu ada kebijakan lain yang mendorong keberhasilannya. Misalnya, menguatkan pembinaan kepada orang tua dan masyarakat.

Menurutnya, kenakalan remaja seringkali dipicu kurangnya peran orang tua dalam memberikan ruang dan pembinaan positif kepada anak.

“Jadi orang tua memiliki pengawasan penuh terhadap aktivitas anak terutama di malam hari di luar jam sekolah,” tuturnya.

Ucok menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sebagai peringatan kepada orang tua tetapi meningkatkan kesadaran bahwa pembinaan karakter bukan sepenuhnya tanggung jawab sekolah.

“Yang utama adalah aktornya orang tua melalui gerakan akar rumput. Bagaimana keterlibatan RT/RW mengkomunikasikan kebijakan ini kepada orang tua, ini yang menjadi tantangannya,” bebernya.

Apabila dalam implementasinya tidak cukup mengatasi masalah kenakalan remaja di Surabaya, Pemkot wajib mengevaluasi secara menyeluruh semua pihak yang terlibat.

“Seluruh program tentang pembinaan remaja,pPembinaan anak , itu harus dievaluasi. Karena indikator-indikator Surabaya sebagai Kota Layak Anak itu harus dievaluasi semua,” terangnya.

Karenanya, Ucok mendorong agar Pemkot Surabaya juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk berbagi peran, saling berkolaborasi mengatasi masalah ini.

“Bagaimana keduanya berkolaborasi, berkomunikasi agar kemudian pemerintah datang dengan program A LSM datang dengan program B, dari pihak komunitas mensupport dengan program C. Jadi saya kira itu kolaborasi antar sektor yang harus didorong,” pungkas Parlaungan Iffah Nasution. (*)

Tombol Google News

Tags:

Pemkot Surabaya Pakar Unair Pakar Kebijakan Publik Unair Ucok Parlaungan Iffah Nasution jam malam anak Surabaya