KETIK, MALANG – Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI) buka suara ihwal banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah daerah di Sumatera. Mereka menilai bencana yang terjadi ini bukanlah bencana alam, tapi bencana ekologis akibat kebijakan tata kelola hutan dan sumber daya alam.
Menurut PHLI, alih fungsi kawasan hutan melalui pemberian izin kepada perusahaan perkebunan, pertambangan, dan Hutan Tanaman Industri (HTI) menjadi pemicu utama kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan deforestasi besar-besaran.
Pelbagai catatan organisasi lingkungan menunjukkan penurunan drastis tutupan hutan alam di Sumatera, serta meningkatnya laju deforestasi pasca penerbitan perizinan usaha pemanfaatan hutan. PHLI menilai kerusakan tidak hanya disebabkan penebangan ilegal, tetapi juga penebangan legal berbasis izin yang diterbitkan pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah, menurut PHLI, juga lambat dalam pemulihan kondisi wilayah yang terdampak banjir. Di sisi lain, ribuan warga masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Hingga saat ini, pemerintah belum menetapkan peristiwa tersebut sebagai bencana nasional serta menolak bantuan internasional. PHLI menilai, pemerintah kerap melontarkan pernyataan yang tidak empatik dan tidak sejalan dengan kondisi di lapangan.
"Pemerintah telah gagal memenuhi kewajiban konstitusional untuk menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 serta Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kegagalan pengawasan perizinan dinilai membuka ruang eksploitasi hutan secara masif dan tidak terkendali," tegas PHLI, dalam siaran pers mereka, beberapa waktu lalu.
Atas dasar itu, PHLI menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. Berikut tuntutan-tuntutan PLHI
- Pemerintah menetapkan bencana ekologis di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional dan melakukan penanganan terhadap korban bencana ekologis dan pemulihan lingkungan hidup
- Pemerintah bertanggung jawab atas pemberian persetujuan lingkungan dan perizinan yang merusak lingkungan, hutan, dan merugikan masyarakat
- Pemerintah melakukan moratorium dan meninjau ulang seluruh perizinan di kawasan hutan terutama perizinan yang berkaitan dengan kegiatan industri ekstraktif
- Pemerintah mengumumkan seluruh perusahaan industri ekstraktif yang diberi izin dalam kawasan hutan atau yang sebelumnya merupakan kawasan hutan
- Pemerintah melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap seluruh perusahaanyang merusak hutan dan lingkungan hidup.
- Menerapkan pertanggungjawaban pidana terhadap pejabat pemerintah yang telah mengeluarkan perizinan kepada perusahaan industri ekstraktif dan kebijakan alih fungsi kawasan hutan dengan menyalahgunakan kewenangannya. (*)
