KETIK, PALEMBANG – Fakta demi fakta terkait jaringan peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai senilai Rp4,29 miliar terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin 22 Desember 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Palembang menghadirkan dua saksi kunci yang membuka modus penyimpanan hingga distribusi barang ilegal tersebut.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Agung Cipto Adi, SH, MH ini menyeret tiga terdakwa, yakni Junaidi bin Matcik, Wahyudi Mardiansyah bin Purnomo, dan Ardi Wironoto bin Buhari.
Dua saksi yang dihadirkan JPU Isnaini, SH adalah Bogi, warga yang tinggal berdampingan dengan ruko penyimpanan rokok ilegal, serta Fajar, pemilik kendaraan yang digunakan untuk mengangkut jutaan batang rokok tanpa pita cukai tersebut.
Di hadapan majelis hakim, saksi Bogi mengungkap bahwa ruko di kawasan Jalan Bukit Baru, Palembang, awalnya disewa dengan dalih usaha sembako.
Penyewaan dilakukan melalui seseorang bernama Yesi, dengan nama penyewa tercatat Nanda dan Handan.
“Saat penangkapan, saya melihat ada truk warna hijau dan mobil warna silver. Ruko itu katanya untuk sembako,” ujar Bogi di persidangan.
Ia juga membenarkan peristiwa penangkapan oleh petugas Bea Cukai pada 12 September 2025, yang dilakukan setelah adanya pengintaian terhadap aktivitas mencurigakan di lokasi tersebut.
Sementara itu, saksi Fajar mengungkap peran kendaraan dalam distribusi rokok ilegal. Ia menyebut mobil miliknya disewa oleh Nanda (DPO) dengan tarif Rp15 juta per rit.
“Rokok diantar oleh Handan. Sopir dari Surabaya namanya Denny. Karena uang jalan habis, mobil sempat ditinggal di Lampung,” ungkap Fajar.
Ia menjelaskan, sebelum mengangkut rokok ilegal, mobil tersebut sempat digunakan membawa pupuk milik seorang pengusaha asal Jambi bernama Ko Acai.
Dalam dakwaan JPU terungkap, perkara ini bermula pada 8 September 2025, ketika terdakwa Junaidi mendatangi toko milik Fikri Fernanda alias Nanda (DPO). Saat itu, Nanda mengaku telah memesan rokok ilegal dari Madura.
Pada 11 September 2025 malam, Nanda kembali menghubungi Junaidi dan meminta bantuan untuk membongkar serta menyimpan rokok-rokok tersebut di ruko Jalan Bukit Baru.
Junaidi kemudian mengajak Ardi dan Wahyudi.
Keesokan harinya, 12 September 2025 sekitar pukul 07.10 WIB, sebuah truk Hino BG 8811 UV tiba di lokasi.
Ketiga terdakwa menurunkan paket-paket rokok ilegal menggunakan mobil Daihatsu Luxio yang dipinjamkan Nanda.
Namun, aksi itu telah terpantau dua petugas Bea Cukai, Dyo Alvisar dan Faishal Azizi, yang melakukan pengintaian sejak pukul 07.00 WIB. Saat petugas masuk dan memperkenalkan diri, Nanda (DPO) kabur dari lokasi.
Dari penggerebekan tersebut, petugas menyita 4.440.780 batang rokok ilegal atau 225.479 bungkus berbagai merek, di antaranya 54ryaku, Coffee Black, Puma Reborn, dan ST16MA berbagai varian. Seluruhnya merupakan jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) tanpa pita cukai.
JPU mengungkap para terdakwa telah berperan menjualkan rokok ilegal sejak Juli 2025, dengan imbalan Rp1.000 per slop, serta bayaran Rp200.000 setiap kali bongkar dan simpan barang.
Mereka juga dua kali mengirim rokok ilegal ke daerah PALI dan Gelumbang.
Penghasilan rutin para terdakwa mencapai Rp2,5–3 juta per bulan, ditambah komisi hingga Rp1 juta per pengiriman.
Pembayaran dilakukan tunai maupun transfer ke rekening BRI atas nama Junaidi, lalu diteruskan ke rekening BCA milik Yuni Puspita (DPO).
Akibat perbuatan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian Rp4.296.965.339,7.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa didakwa melanggar Pasal 56 UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim bersama penasihat hukum terdakwa meminta JPU menghadirkan saksi sopir lain yang diduga memiliki keterkaitan langsung dengan perkara tersebut pada sidang lanjutan pekan depan.(*)
