Mahfud MD: Perkap Polri Nomor 10 Tahun 2025 Bertentangan dengan Undang-Undang

Aturan Kapolri yang Membolehkan Anggotanya Bertugas di 17 Kementerian/Lembaga

14 Desember 2025 10:00 14 Des 2025 10:00

Thumbnail Mahfud MD: Perkap Polri Nomor 10 Tahun 2025 Bertentangan dengan Undang-Undang
Mahfud MD saat memberikan kuliah umum di Sidang Paripurna Istimewa di DPRD Provinsi Jatim, Minggu 12 Oktober 2025 (Foto: Dok/Martudji / Ketik)

KETIK, JAKARTA – Pakar hukum tata negara Mahfud MD menilai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025,bermasalah secara hukum karena membuka ruang bagi anggota Polri menduduki jabatan sipil. Hal ini dinilai jelas dan terang benderang bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi.

Seperti diketahui, beberapa hari yang lalu, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Perkap No 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.

Menurut Mahfud, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025 yang memungkinkan anggota Polri menduduki 17 jabatan sipil bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Saya banyak ditanya soal Perkap No 10 Tahun 2025. Saya jawab ini diluar kapasitas saya sebagai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri. Ini pendapat saya sebagai akademisi dan pembelajar ilmu hukum. Menurut saya Perkap tersebut secara jelas bertentangan dengan dua undang-undang yang masih berlaku,” ujar guru besar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

Terdapat sejumlah poin krusial dalam Perkap tersebut, menurut Mahfud. Pertama, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 28 ayat (3) ditegaskan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian apabila yang bersangkutan mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Ketentuan ini, kata Mahfud, telah dipertegas dan diperkuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 118 Tahun 2025.

Selain itu, Perkap tersebut juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Pasal 19 ayat (3). Pasal tersebut menyebutkan bahwa jabatan sipil tertentu di tingkat pusat hanya dapat diduduki oleh anggota TNI dan Polri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang masing-masing institusi.

Mahfud menjelaskan, Undang-Undang TNI secara tegas mengatur jabatan-jabatan tertentu yang dapat diduduki oleh prajurit aktif, yakni sebanyak 14 jabatan yang dalam praktiknya berkembang menjadi 16. Namun, Undang-Undang Polri tidak mengatur secara eksplisit jabatan sipil apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif. Oleh karena itu, menurutnya, pengaturan tersebut tidak bisa hanya dituangkan dalam bentuk peraturan Kapolri.

“Kalau memang dianggap perlu, pengaturan mengenai jabatan sipil yang dapat diduduki anggota Polri harus dimasukkan ke dalam undang-undang, bukan cukup dengan Perkap,” tegas Mahfud.

Ia juga menanggapi anggapan bahwa anggota Polri merupakan bagian dari unsur sipil sehingga seharusnya dapat menduduki jabatan sipil. Menurut Mahfud, pemahaman tersebut keliru. Dalam sistem hukum dan ketatanegaraan, setiap profesi memiliki batas kewenangan yang jelas.

Mahfud mencontohkan, seorang dokter tidak dapat menjalankan tugas sebagai jaksa, begitu pula sebaliknya. Demikian juga dosen tidak dapat merangkap jabatan sebagai notaris. Prinsip pembatasan kewenangan tersebut, kata dia, berlaku pula bagi anggota Polri meskipun secara struktur bukan bagian dari militer.

“Di dalam ruang lingkup tugas dan profesi, ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Dari sini ke sini saja ada aturannya,” ujarnya.

Karena itu, Mahfud menekankan pentingnya menjaga asas legalitas agar tidak dikalahkan oleh kebijakan administratif yang bertentangan dengan undang-undang. Ia mengingatkan bahwa reformasi kepolisian harus tetap berpijak pada kerangka hukum yang sah dan konstitusional.

Mahfud menegaskan, kehati-hatian dalam menyusun kebijakan menjadi kunci agar tidak menimbulkan polemik hukum dan ketatanegaraan di kemudian hari.

Diberitakan sebelumnya, Perkap No 10 Tahun 2025 membolehkan anggota Polri untuk bertugas di luar struktur Polri. Ada 17 instansi yang dibolehkan. Yakni

  1. Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan,
  2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
  3. Kementerian Hukum,
  4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan,
  5. Kementerian Kehutanan,
  6. Kementerian Kelautan dan Perikanan,
  7. Kementerian Perhubungan,
  8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,
  9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
  10. Lembaga Ketahanan Nasional,
  11. Otoritas Jasa Keuangan,
  12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
  13. Badan Narkotika Nasional,
  14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,
  15. Badan Intelijen Negara,
  16. Badan Siber Sandi Negara, dan
  17. Komisi Pemberantasan Korupsi.

Perkap No 10 Tahun 2025 ditandatangani Kapoli Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pada 9 Desember 2025 atau beberapa pekan setelah MK mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 118 Tahun 2025. Isi putusan tersebut mempertegas larangan anggota Polri untuk menduduki jabatan di institusi sipil.

Namun sejak putusan itu diketok MK pada 28 Agustus 2025, hingga kini belum ada tanda-tanda Mabes Polri akan menarik seluruh anggotanya yang bertugas di luar struktur yang dibolehkan UU. (*)

 

Tombol Google News

Tags:

Mahfud MD Perkap No 10 Tahun 2025 Penugasan anggota Polri Kementerian/Lembaga kapolri Listyo Sigit Prabowo Reformasi Polri