KUA-PPAS 2026 Disepakati, Surabaya Tancap Gas Pembangunan dengan Skema Pembiayaan Alternatif

1 Oktober 2025 09:10 1 Okt 2025 09:10

Thumbnail KUA-PPAS 2026 Disepakati, Surabaya Tancap Gas Pembangunan dengan Skema Pembiayaan Alternatif
Penandatanganan KUA-PPAS APBD 2026 Surabaya. (Foto: Shinta Miranda/Ketik)

KETIK, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) dan DPRD Surabaya resmi mengetok palu Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD 2026.

Keputusan strategis ini bukan sekadar dokumen rutin tahunan, melainkan manuver besar Pemkot Surabaya untuk mengakselerasi proyek-proyek pembangunan yang semestinya rampung pada 2030 menjadi selesai lebih cepat, dimulai pada 2026.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menegaskan, percepatan ini tidak lagi bergantung sepenuhnya pada transfer pusat yang terus tertekan, melainkan lewat skema pembiayaan alternatif.

Langkah ini dinilai bukan hanya cara cerdas menghemat biaya, tetapi juga mempercepat multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Ini adalah pembiayaan alternatif sebenarnya. Jadi pekerjaan kita itu yang sampai dengan tahun 2030 kita lakukan percepatan, kita lakukan di tahun 2026,” tegas Eri, usai rapat paripurna di Gedung DPRD, Selasa 30 September 2025.

Dengan ilustrasi sederhana, Eri menggambarkan efisiensi skema ini. Proyek senilai Rp100 miliar yang seharusnya dibagi rata Rp20 miliar per tahun hingga 2030, justru lebih murah jika diselesaikan sekaligus pada 2026. Sebab, menunda pembangunan berarti menanggung beban inflasi, kenaikan upah minimum, hingga harga tanah yang terus melambung.

“Kalau dihitung, selisihnya bisa sampai Rp50 miliar lebih mahal jika dikerjakan secara bertahap. Maka lebih rasional jika langsung diselesaikan di awal, sedangkan pembayarannya dicicil lewat tahun-tahun berikutnya,” jelasnya.

Tidak hanya soal efisiensi anggaran, percepatan pembangunan juga diyakini akan mengerek PAD Surabaya secara signifikan.

Eri mencontohkan, pembangunan jalan yang selesai lebih cepat akan langsung berdampak pada kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), geliat properti, hingga aktivitas ekonomi baru di sekitar kawasan tersebut.

“Lompatan kita di tahun 2028 itu naiknya sekitar Rp500 miliar. Kalau kita tunda, bukan hanya lebih mahal, tapi Surabaya juga kehilangan momentum untuk mendongkrak PAD,” tandasnya.

Langkah berani ini bukan tanpa legitimasi. Skema pembiayaan alternatif Pemkot Surabaya telah melalui konsultasi dan mendapat lampu hijau dari Bappenas serta Kementerian Keuangan.

Bahkan, sebagai Ketua APEKSI, Eri diminta untuk membagikan model pembiayaan ini ke kota-kota lain di Indonesia sebagai formula mempercepat pembangunan tanpa mengganggu stabilitas fiskal daerah maupun melampaui masa jabatan kepala daerah.

“Uangnya sudah ada di RPJMD kita. Maka, InsyaAllah, di 2029 anggaran rutin sebesar Rp20 miliar per tahun itu tidak ada lagi, karena proyeknya sudah selesai di 2026. Justru uangnya bisa digunakan untuk kebutuhan baru,” pungkasnya.

Kesepakatan KUA-PPAS 2026 menandai babak baru arah fiskal Kota Surabaya. Skema percepatan pembangunan ini berpotensi menjadikan Surabaya sebagai role model nasional dalam mengelola keterbatasan anggaran.

Tantangannya kini ada pada konsistensi eksekusi, transparansi penggunaan anggaran, serta disiplin fiskal agar cicilan pembiayaan alternatif tidak justru menekan ruang fiskal di tahun-tahun mendatang.  (*)

Tombol Google News

Tags:

DPRD Surabaya KUA PPAS utang Pemkot Surahaya pembiayaan alternatif Surabaya Pemkot Surabaya Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi