Kontroversi Dapur MBG di Tuban: Langgar Prosedur BGN hingga Berdiri Tanpa Izin Lingkungan!

6 Desember 2025 13:15 6 Des 2025 13:15

Thumbnail Kontroversi Dapur MBG di Tuban: Langgar Prosedur BGN hingga Berdiri Tanpa Izin Lingkungan!
Ilustrasi salah satu contoh menu makan siang gratis pada Jumat, 5 Desember 2025 di Singgahan, Tuban, Jawa Timur (Foto Ahmad Istihar/Ketik.com

KETIK, TUBAN – Fenomena sekaligus kontroversi muncul terkait calon dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pengelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah wilayah selatan Kabupaten Tuban.

Kritik menguat karena SPPG diduga tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan Badan Gizi Nasional (BGN).

Dapur MBG itu juga dilaporkan belum mengantongi izin lingkungan, yang dinilai berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan warga. Selain itu, proses rekrutmen relawan SPPG disebut lebih mengutamakan keluarga sendiri, alih-alih mengikuti petunjuk teknis BGN yang mensyaratkan 30 persen relawan dari warga lokal atau keluarga miskin di sekitar dapur.

Temuan ini berawal dari penelusuran Ketik.com di Kecamatan Senori. Rencananya, ada 9 titik calon SPPG dengan beragam latar belakang pemodal yang tersebar di 6 dari total 12 desa di kecamatan tersebut.

Yang janggal, tiga calon SPPG berada dalam satu wilayah di Desa Sendang. Jarak antar dapur itu bahkan hanya sekitar 300 meter. Lebih jauh, sebuah bangunan KUD yang masih aktif sebagai tempat penggilingan gabah dan memiliki pelataran untuk olahraga, turut dialihfungsikan menjadi dapur MBG.


"Ya, tahunya sebelumnya tanah ini bangunan KUD yang dipakai penggilingan padi. Terus halaman muka sering dibuat sarana olahraga bola voli. Tetapi, tiga bulan terakhir ini dialihfungsikan jadi dapur MBG," kata warga Sendang yang meminta namanya disamarkan, Sabtu, 6 Desember 2025.


Masih di Desa Sendang, kontroversi lain muncul tak jauh dari dapur SPPG eks bangunan KUD. Sekitar 100 meter ke arah barat, terdapat bangunan dapur MBG yang baru selesai sekitar 60 persen dan berdiri di atas lahan semi permanen.

Dalam proses pembangunan calon SPPG tersebut, pihak calon mitra tidak mengantongi izin maupun melibatkan penghuni Perumahan PT Muawanah. Kondisi ini membuat warga resah karena dapur umum itu berdiri persis berdampingan dengan kawasan tempat tinggal mereka.

"Dapur yang dibangun pengembang ini tanpa dibarengi musyawarah dengan lingkungan sekitar atau penghuni komplek," ungkap penghuni kompleks perumahan PT Muawanah berinisial A.

Ia menilai ada prosedur yang dilanggar oleh mitra dapur MBG, yang juga merupakan pengembang perumahan.

Bangunan dapur tersebut berdiri di atas lahan yang sebelumnya dijanjikan kepada penghuni Kompleks Muawanah untuk dibangun fasilitas pendidikan keagamaan, seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), bagi warga perumahan maupun masyarakat sekitar.

"Padahal dulu warga perumahan sini dijanjikan si pengembang yang ngomong. Tanah ini mau dibuat sarana tempat syiar keagamaan seperti TPQ. Namun sekarang, tanpa musyawarah tanpa izin lingkungan sekitar, tiba-tiba dibangun dapur umum MBG. Ini hilir mudik kendaraan material dan mobil kendaraan BGN keluar-masuk kompleks perumahan ini kan jelas mengganggu warga hunian," sambungnya 

Menurutnya, fenomena pembangunan dapur MBG ini menunjukkan adanya pemodal yang bergerak di balik layar, di luar struktur resmi SPPG.

Banyak dapur ditemukan dibangun seadanya dan tidak memenuhi standar sanitasi maupun keamanan pangan. Lebih parah lagi, kata A, para mitra calon dapur MBG kerap mengabaikan aspek kesehatan dalam pengolahan makanan serta keselamatan saat pendistribusian.

"Kami khawatir seandainya dapur MBG sudah operasional di kemudian hari menimbulkan pencemaran lingkungan serta kebersihan komplek perumahan. Karena berdampingan hunian sini. Ini saja kendaraan sudah ditaruh disini," timpal S, yang juga penghuni perumahan PT Muawanah mengaminkan keterangan A.

Pada praktiknya, meski para calon mitra dapur telah lolos verifikasi awal BGN hingga tahap operasional, lembaga pelaksana MBG yang bertugas di tingkat kabupaten dan kecamatan seharusnya tetap memberi penilaian objektif. Mereka juga diharapkan mampu berkomunikasi dengan baik dengan warga sekitar terkait berbagai temuan di lapangan yang melibatkan calon dapur SPPG di Kabupaten Tuban.

"Kami kurang tahu apakah BGN ini punya koordinator wilayah atau semacam ketua kordinator (Kapok) di kabupaten/kecamatan, guna mengevaluasi ulang kelayakan dapur-dapur MBG yang marak dibangun di lahan-lahan yang statusnya masih abu-abu. Seperti hari ini apakah boleh dapur umum berdiri di kompleks pemukiman perumahan tanya izin penghuni maupun lingkungan sekitar," tanya A yang juga sebagai seorang ahli statistik yang bertugas di Tuban.

Di sisi lain, ketika tim Ketik.com berupaya menemui dan meminta keterangan lembaga pelaksana MBG dari BGN di tingkat kabupaten maupun kecamatan, belum satu pun yang memberikan pernyataan resmi.

Karena itu, tim kemudian menghubungi Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Naniek S. Deyang, namun hingga kini ia juga belum merespons terkait maraknya pembangunan dapur MBG yang dinilai mengabaikan prosedur.

Dalam konfirmasi terpisah, Wakil Kepala BGN Mayjen TNI (Purn) Lodewyk Pusung menegaskan bahwa seluruh SPPG wajib mematuhi prosedur yang berlaku, termasuk memastikan adanya izin lingkungan dari warga sekitar.

"Kami tidak ingin ada lagi SPPG yang tidak mematuhi prosedur, karena ini dapat membahayakan masyarakat," katanya.

Menurutnya, pemerintah telah menetapkan standar gizi dan prosedur yang wajib dipatuhi oleh seluruh calon maupun SPPG aktif, termasuk kewajiban memiliki izin lingkungan serta pemenuhan komposisi relawan, di mana 30 persen harus berasal dari warga lokal.

BGN mengajak semua pihak, termasuk media, untuk terus menyampaikan temuan di lapangan terkait kinerja lembaga pelaksana MBG, terutama di daerah. Jika ada pelanggaran, kata Lodewyk, hal itu perlu diberitakan.

"Kalau sudah terbukti ada permainan dengan orang dalam BGN (SPPI) harus diberitakan, ini agar terdengar ke pejabat yang lebih tinggi lagi untuk dilakukan penyelesaian sesuai prosedur," ujar Lodewyk menanggapi dugaan kongkalikong dari lembaga pelaksana MBG dengan pemilik modal di luar struktural organisasi dapur SPPG.

Menurutnya, berbagai temuan di lapangan akan menjadi catatan penting bagi BGN dan diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi seluruh SPPG agar benar-benar mematuhi prosedur, sekaligus mengutamakan kesehatan penerima manfaat serta keamanan lingkungan sekitar.

Ia menegaskan, negara tetap mengakui keberadaan SPPG mandiri yang dibangun dengan biaya sendiri. Karena itu, pemerintah menetapkan fixed availability fee sebesar Rp6 juta per SPPG per hari bagi dapur yang memenuhi standar MBG.

"Jadi semua sarana dan prasarana SPPG mandiri yang dibangun dibiayai secara mandiri. Negara mengakui kontribusi melalui insentif fasilitas sebagai fixed availability fee senilai Rp6 juta/SPPG/hari. Kami harap dapur SPPG yang telah operasional maupun calon SPPG ini lebih mementingkan aspek kesehatan dan keselamatan lingkungan sekitar dengan cara sesuai ketentuan ditetapkan BGN," tutupnya.

Tombol Google News

Tags:

MBGtuban sppgtuban sppgsemanding sppgsenori MBG sppituban Pemkabtuban Pendidikan