Komisi A DPRD Jatim Tekankan Penajaman Perda Ketertiban Umum, Judol dan Pinjol Jadi Sorotan

6 November 2025 23:55 6 Nov 2025 23:55

Thumbnail Komisi A DPRD Jatim Tekankan Penajaman Perda Ketertiban Umum, Judol dan Pinjol Jadi Sorotan
Rapat Paripurna DPRD Jatim, yang membahas Rancangan Perda No 1 Tahun 2019 (Foto: Sekwan DPRD Jatim)

KETIK, SURABAYA – Rapat Paripurna DPRD Jatim, Komisi A kembali menegaskan sikapnya terkait Rancangan Perda No 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat yang menyangkut penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum lintas daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jatim.

Juru bicara Komisi A DPRD Jatim, Agus Cahyono menyampaikan Pemprov Jatim telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat sebagaimana telah diubah dengan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Provinsi Jatim Nomor 1 Tahun 2019.

"Seiring perkembangan sosial, teknologi, dan dinamika kehidupan masyarakat Jatim yang mengalami peningkatan kompleksitas dalam beberapa tahun terakhir. Keterhubungan masyarakat dengan ruang digital dan teknologi telah memunculkan bentuk-bentuk gangguan ketenteraman dan ketertiban umum yang sebelumnya belum memperoleh pengaturan secara memadai dalam Peraturan Daerah sebelumnya. Hal ini terutama tampak pada tiga isu strategis," kata Agus Cahyono.

Pertama, maraknya perjudian berbasis teknologi informasi (judi online) dan pinjaman berbasis teknologi informasi ilegal (pinjol ilegal). Kedua, penggunaan pengeras suara dengan intensitas yang melebihi batas wajar atau dikenal sebagai fenomena sound horeg. Ketiga, peredaran pangan tercemar serta pangan yang berasal dari bahan nonpangan yang membahayakan kesehatan dan ketertiban umum.

Ia menambahkan, isu pertama terkait perjudian dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi, telah menjadi ancaman bagi kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat.

Sambil mengutip data, ia menyampaikan bahwa praktik perjudian dengan memanfaatkan media digital telah menjangkau kelompok masyarakat rentan, terutama kelompok ekonomi menengah bawah dan generasi muda. Keterlibatan masyarakat dalam perjudian sering kali menimbulkan masalah ekonomi yang kemudian mendorong mereka mencari akses pembiayaan cepat melalui pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi.

"Lingkaran situasi ini menempatkan individu maupun keluarga dalam posisi rentan dan melahirkan problem sosial berupa tindak kriminal, tekanan psikologis, konflik keluarga, bahkan tindakan bunuh diri. Provinsi Jatim tercatat sebagai salah satu daerah dengan jumlah pelaku dan transaksi perjudian berbasis teknologi informasi terbesar di Indonesia," urainya.

Menukil data dari Polda Jatim bahwa jumlah pemain judi online di Jatim diperkirakan mencapai 135.227 orang dengan nilai transaksi mencapai Rp. 1.051 triliun. Angka tersebut menempatkan Provinsi Jatim sebagai provinsi dengan jumlah pengguna judi berbasis teknologi informasi terbanyak keempat di Indonesia, setelah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.

Itu menunjukkan ada urgensi dan kewajiban pemerintah untuk mengambil langkah perlindungan warga melalui instrumen hukum daerah yang efektif, adaptif, dan dapat diimplementasikan di lapangan.

Isu kedua, terkait penggunaan pengeras suara dengan volume yang melebihi batas wajar, yang tidak hanya mengganggu kenyamanan sosial tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan pendengaran masyarakat, serta menimbulkan konflik sosial antarwarga.

Selama ini, Pemprov Jatim telah mencoba melakukan penertiban melalui penerbitan Surat Edaran, namun karena sifatnya yang tidak mengikat dan tanpa konsekuensi hukum akan berdampak efektivitas implementasinya.

Untuk itu, norma pengaturan penggunaan pengeras suara perlu dinaikkan tingkatnya ke dalam bentuk pengaturan yang memiliki kekuatan hukum memaksa. Isu ketiga adalah peredaran pangan tercemar serta pangan dari bahan non-pangan yang dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan masyarakat dan ketertiban umum. Di beberapa daerah di Jatim telah diterbitkan surat edaran kepala daerah yang membatasi peredaran pangan non pangan, namun sama seperti persoalan pengeras suara, surat edaran tersebut tidak memiliki daya ikat dan sanksi hukum. Kondisi ini menjadi dasar logis bagi pengaturan eksplisit mengenai larangan produksi dan peredaran pangan tercemar dan pangan berbahan nonpangan dalam Peraturan Daerah.

Perda itu guna melindungi seluruh warga di Jatim dan merupakan mandat yang melekat pada penyelenggara pemerintahan, termasuk pemerintah daerah. Ia menggaris bawahi, Perubahan Perda ini berangkat dari kondisi empiris adanya gangguan ketertiban dan ketenteraman umum yang bersumber dari perkembangan teknologi digital serta pola konsumsi dan interaksi sosial baru yang belum sepenuhnya terakomodasi dalam regulasi sebelumnya. 

"Masyarakat membutuhkan perlindungan dari dampak sosial ekonomi perjudian dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi, ketergangguan kenyamanan akibat penggunaan pengeras suara berlebihan, serta risiko kesehatan akibat peredaran pangan tercemar dan bahan non pangan," ujarnya.

Dia mengurai, ruang lingkup Rancangan Perda Provinsi Jatim tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2019 meliputi:

1. Penambahan ruang lingkup gangguan ketenteraman dan ketertiban umum, termasuk ruang digital dan pangan.

2. Penetapan batas larangan penggunaan pengeras suara dalam lingkup tertib lingkungan, baik pengeras suara statis maupun nonstatis, dengan batas intensitas yang diukur secara objektif.

3. Pengaturan pencegahan perjudian dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi melalui edukasi publik, patroli digital, monitoring, relawan digital, dan rehabilitasi sosial bagi korban. 

4. Pelaksanaan rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat rentan, terutama dalam aspek literasi keuangan dan kesehatan mental.

5. Pengaturan larangan produksi dan peredaran pangan tercemar serta pangan yang berasal dari bahan nonpangan, disertai sanksi administratif dan pidana. 

6. Penguatan peran serta masyarakat yang bersifat partisipatif, bukan represif, dalam menjaga ketertiban umum.

Raperda tersebut diharapkan dapat segera dibahas dan ditetapkan sesuai mekanisme pembentukan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*)

Tombol Google News

Tags:

Komisi A DPRD Jatim Perda Ketertiban Umum Rapat Paripurna DPRD Jatim