KETIK, JEMBER – Komisi A DPRD Jawa Timur menyoroti maraknya dugaan tindakan arogansi organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dinilai berpotensi mengganggu ketenteraman dan keamanan masyarakat. Fenomena tersebut memicu kekhawatiran akan munculnya praktik-praktik yang menyimpang dari prinsip negara hukum.
Merespons kondisi tersebut, anggota Komisi A DPRD Jatim, Eko Yunianto mendorong pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk melakukan penertiban ormas. Fraksi ini juga menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap legalitas serta aktivitas organisasi kemasyarakatan di wilayah Jawa Timur agar seluruhnya berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menyampaikan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur guna memastikan penegakan hukum berjalan tegas, terukur, dan berkeadilan.
“Kami akan melakukan upaya koordinasi dengan Polda Jatim terkait ketentraman dan keamanan, utamanya di Jawa Timur,” ujar Eko saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di Gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura, Surabaya, Selasa, 30 Desember 2025.
Eko menegaskan bahwa setiap organisasi, termasuk ormas, wajib tunduk dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan. Ia menilai keberadaan ormas seharusnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan justru menimbulkan keresahan sosial.
“Organisasi apa pun harus mengacu pada undang-undang yang berlaku. Tidak boleh ada organisasi yang meresahkan masyarakat, apalagi sampai membuat gaduh,” ucapnya.
Sorotan DPRD Jawa Timur semakin menguat setelah mencuatnya kasus pengusiran paksa terhadap seorang lanjut usia yang viral di media sosial. Peristiwa tersebut dialami Nenek Elina Widjajanti (80) di kawasan Dukuh Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
Dalam kejadian itu, rumah yang ditempati korban diratakan, sementara Elina dan keluarganya dipaksa keluar dari tempat tinggal tanpa prosedur hukum yang jelas. Peristiwa tersebut memunculkan dugaan kuat adanya tindakan premanisme oleh oknum yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan.
Menurut Eko, kronologi peristiwa tersebut menunjukkan adanya tindakan intimidasi dan pemaksaan yang tidak dapat dibenarkan dalam negara hukum. Ia menekankan bahwa setiap sengketa atau konflik harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang sah.
Ia menilai penggunaan cara-cara kekerasan atau tekanan sepihak hanya akan memperburuk situasi dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Kasus seperti pengusiran nenek di Surabaya tidak boleh terulang. Ini mencederai rasa keadilan dan kemanusiaan,” tegasnya.
Eko kembali menekankan bahwa tidak boleh ada kelompok atau organisasi yang bertindak sewenang-wenang di tengah masyarakat.
“Tidak boleh ada kelompok yang bertindak sewenang-wenang di tengah masyarakat,” katanya menambahkan.
Dalam konteks penegakan hukum, legislator PDI Perjuangan tersebut mengapresiasi langkah cepat Polda Jawa Timur yang menindaklanjuti laporan korban hingga melakukan penangkapan terhadap satu orang terduga pelaku.
Ia menilai langkah tersebut sebagai bukti nyata kehadiran negara dalam melindungi warga dan menegakkan supremasi hukum.
“Ini menunjukkan penegakan hukum berjalan. Tidak boleh ada pembiaran,” ujarnya.
Sebagai anggota Komisi A yang membidangi pemerintahan dan hukum, Eko memastikan koordinasi lintas lembaga akan terus diperkuat. DPRD Jawa Timur, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum diharapkan bersinergi untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa dan menjaga situasi Jawa Timur tetap kondusif.
“Kami akan berkoordinasi dengan Polda Jatim. Saya juga akan menyampaikan kepada pimpinan, Ketua Komisi, agar segera diambil langkah konkret,” jelasnya.
Legislator dari daerah pemilihan Jember–Lumajang ini menambahkan bahwa penertiban dan evaluasi ormas harus dilakukan secara objektif dan berkeadilan. Ia menilai langkah tersebut penting agar tidak menimbulkan stigma negatif, namun tetap tegas terhadap setiap pelanggaran hukum.
“Harapannya Jawa Timur tetap aman, tentram, dan damai,” ujarnya.
Terkait aspek legalitas, Eko menegaskan pentingnya pengecekan administrasi organisasi kemasyarakatan melalui instansi berwenang, khususnya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol).
“Izin ormas melalui Bakesbangpol. Tinggal dicek, terdaftar atau tidak. Evaluasi legalitas menjadi pintu awal untuk memastikan seluruh aktivitas ormas berjalan sesuai aturan dan tidak melanggar hak-hak masyarakat,” pungkasnya.
