KETIK, SITUBONDO – Deputi Bidang Usaha Menengah Kementerian Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Republik Indonesia, melepas ekspor satu kontainer berisi 15 ton kopi specialty Argopuro Walida senilai hampir Rp3 miliar ke Jeddah, Arab Saudi, Senin 6 Oktober 2025.
Acara ini juga menandai Inisiasi Program Holding UMKM pada Klaster Perkebunan, sebuah program prioritas Kementerian UMKM untuk mengintegrasikan UMKM ke dalam rantai pasok global.
Dalam sambutannya, Deputi Bidang Usaha Menengah, Bagus Rachman menyampaikan apresiasi tinggi kepada Pokmas Argopuro Walida yang telah bermitra dengan 568 petani dan berpotensi hingga 1.500 petani kopi di Situbondo.
"Ekspor ini bukan hanya simbol, tetapi bukti nyata kontribusi UMKM perkebunan dalam memperkuat ekspor nasional. Ekspor kopi Argopuro hari ini membuktikan bahwa UMKM kita mampu bersaing di pasar global," kata Bagus Rachman.
Lebih lanjut, Bagus Rachmam, Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di dunia, dengan lebih dari 90 persen perkebunan dikelola oleh petani rakyat.
"Kopi kita memiliki keragaman varietas dan cita rasa unik, banyak yang masuk kategori specialty coffee dengan nilai premium," ujar Deputi Bidang Usaha Menengah.
Kinerja ekspor kopi nasional, kata Bagus, menunjukkan tren positif, di mana nilai ekspor kopi pada tahun 2024 mencapai Rp 24,8 triliun.
Inisiasi Program Holding UMKM Klaster Perkebunan
Untuk mengatasi tantangan disconnectivity antara UMKM dan industri besar seperti minimnya akses pembiayaan, teknologi, dan pasar global.
"Kementerian UMKM meluncurkan Program Holding UMKM. Program ini bertujuan menciptakan ekosistem rantai pasok yang terintegrasi antara usaha mikro, kecil, menengah, dan perusahaan besar," jelas Bagus.
Sektor Perkebunan, sambung Bagus, merupakan salah satu dari 10 sektor prioritas berbasis klaster yang memberikan nilai tambah tinggi. Dalam model Holding UMKM, Usaha Menengah akan berperan sebagai operator dan menjalankan empat pilar utama.
"Pilar Aggregator akan mengintegrasikan pengusaha UMKM dalam satu klaster untuk mencapai skala ekonomi dan efisiensi produksi. Lalu, pilar Inkubasi akan memberikan pendampingan, pembinaan, dan penguatan kapasitas kepada Usaha Mikro dan Kecil untuk naik kelas," terang Bagus.
Untuk pilar pemasaran, akan memperluas akses pasar domestik dan internasional dengan menjamin kontinuitas dan kualitas produk. Sedangkan, pilar pendanaan akan membuka akses pembiayaan yang terintegrasi berbasis ekosistem untuk meminimalkan risiko.
"Kopi Argopuro Situbondo menjadi contoh nyata bagaimana usaha menengah dapat menjadi lokomotif penggerak ekosistem UMKM. Manfaat Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Usaha Menengah juga akan terus melaksanakan aspek pemberdayaan masyarakat yang terbangun pada ekosistem Pokmas Argopuro Walida," tutur Bagus.
Model klaster perkebunan kopi Argopuro Situbondo, kata Bagus, tidak hanya mendorong peningkatan ekonomi, tetapi juga menghadirkan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat sekitar.
"Pokmas Walida mengalokasikan 30% profit usaha untuk mendanai sekolah gratis bagi anak-anak petani kopi, mulai dari tingkat dasar hingga menengah," jelasnya.
Melalui pendekatan klaster ini, Kementerian UMKM bertekad memastikan UMKM tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, melainkan terhubung, terintegrasi, dan saling menguatkan dalam satu ekosistem yang mendorong produktivitas, efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan.
"Dengan dukungan penuh dari semua pemangku kepentingan, tambah Bagus, seperti pemerintah, BUMN, swasta, dan lembaga keuangan, maka dapat membangun ekosistem kemitraan yang tangguh, berdaya saing tinggi, dan mampu menembus pasar global secara berkelanjutan," jelas Deputi Bidang Usaha Menengah, Kementerian UMKM RI. (*)