KETIK, YOGYAKARTA – Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara, putri bungsu dari pasangan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas, kembali membuktikan kerendahan hati yang telah menjadikannya figur publik yang sangat dihormati di Yogyakarta.
Sikap akrab dan santun GKR Bendara ini disaksikan langsung oleh Savitri Wulandari, salah seorang relawan kemanusiaan Yogyakarta, yang mengungkapkan bahwa keramahan tersebut murni keaslian, bukan sebuah sandiwara yang dibuat-buat.
Momen tak terduga yang sarat makna itu terjadi Minggu pagi, 30 November 2025. Savitri dan rekan-rekannya dari komunitas relawan kemanusiaan Yogyakarta, "Sejoli" akronim dari Sedekah Ojo Lali (Sedekah Jangan Lupa) tengah melakukan aktivitas yakni Sedekah-Jogging-Kuliner.
Mereka tengah koordinasi dan sarapan bersama di salah satu restoran yang terletak di wilayah Sleman usai melakukan bakti sosial di RSUP Dr Sardjito berkolaborasi dengan Ketik.com.
Profil dan Konsistensi Merakyat
Sebelum peristiwa ini, GKR Bendara telah dikenal luas oleh publik karena konsistensi sikap merakyatnya. Gusti Kanjeng Ratu yang lahir dengan nama Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni pada 18 September 1986 ini menempati posisi penting di lingkungan Keraton dan dikenal aktif dalam pelestarian budaya.
Setelah menikah dengan Achmad Ubaidillah (kini bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara) pada tahun 2011, GKR Bendara secara resmi menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nitya Budaya Keraton Yogyakarta.
Fungsi utama KHP Nitya Bidaya adalah mendukung inti kebudayaan Keraton Yogyakarta. Sedangkan bidang pekerjaannya meliputi koordinasi terkait upacara adat, perpustakaan, sastra, museum, dan pariwisata. Jabatan ini membuatnya memegang tanggung jawab untuk merevitalisasi museum keraton dengan standar tinggi dan mengembangkan pariwisata budaya di Yogyakarta.
Salah satu momen yang pernah viral dan menyentuh hati masyarakat adalah ketika GKR Bendara terlihat naik becak sendirian di kawasan Malioboro beberapa waktu lalu. Dalam video yang beredar luas, putri kelima Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta ini terlihat mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Sehingga konon tukang becak yang mengantarnya pun tidak menyadari bahwa penumpangnya adalah putri Raja Yogyakarta.
GKR Bendara menanggapi momen yang terekam kamera itu dengan santai, mengaku sering naik becak untuk urusan jarak dekat, seperti saat hendak membeli gorengan di Wijilan, sebagai bentuk melestarikan budaya dan menghindari kemacetan kota.
Kejutan di Restoran
Savitri Wulandari, Kamis 4 Desember 2025, menceritakan detail pertemuan singkat namun berkesan tersebut. Saat ia dan komunitasnya baru sarapan, kebetulan mereka melihat GKR Bendara beserta beberapa orang tengah berada di tempat yang sama untuk suatu keperluan.
Savitri kemudian memberanikan diri mendekat dan menyapa Gusti Bendara dengan bahasa Jawa halus penuh hormat.
"Mangga dhahar (silahkan makan) Gusti Bendara," sapa Savitri sembari mendekati GKR Bendara.
Reaksi GKR Bendara benar-benar mengejutkan dan memperlihatkan sisi kerendahan hatinya. Alih-alih hanya mengangguk atau membalas sapaan dari jauh, Putri Keraton ini justru mendekati Savitri dan komunitasnya.
"Malah ganggu daharnya," balas GKR Bendara dengan ramah.
Savitri menjelaskan bahwa frasa Jawa halus tersebut adalah bentuk basa-basi yang sangat santun dari Gusti Bendara, yang secara harfiah dimaknai sebagai ungkapan kekhawatiran jika kehadiran Gusti Bendara justru malah mengganggu suasana makan (sarapan) Savitri rekan-rekan.
Kesan Mendalam dari Komunitas Relawan
"Gusti Bendara menyapa dengan sangat ramah, dan malah khawatir kalau kehadiran Gusti Bendara mengganggu acara kami. Itu menunjukkan betapa rendah hatinya GKR Bendara, kami betul-betul kaget," jelas Savitri.
Kontan, suasana berubah menjadi hangat. Savitri dan rekan-rekannya pun menggunakan kesempatan emas itu untuk bersalaman, bertegur sapa, dan meminta foto bersama.
"Betul-betul kejutan yang menyenangkan bagi kami. Tidak menyangka bisa sedekat ini dan sesantai ini. Kami terkesan sekali," ungkap Savitri, menegaskan kembali bahwa sikap GKR Bendara yang membumi adalah keaslian, bukan dibuat-buat untuk sandiwara.
Senada, anggota komunitas relawan lainnya, Ari Maryati, ikut menyampaikan kekagumannya.
"Sikap GKR Bendara menunjukkan bahwa Gusti Bendara sangat dekat dengan rakyat, dan keramahan itu datang dari hati, bukan sebatas tuntutan status ataupun protokol Keraton," pungkas Ari.
Pertemuan singkat ini menjadi penegasan kuat atas citra GKR Bendara sebagai sosok putri Keraton yang merakyat, sederhana, dan menjadi teladan nyata dalam hal sikap santun dan rendah hati di tengah masyarakat Yogyakarta. (*)
