Indra Sjafri Tak Berjodoh dengan Pemain Naturalisasi?

16 Desember 2025 18:59 16 Des 2025 18:59

Thumbnail Indra Sjafri Tak Berjodoh dengan Pemain Naturalisasi?
Oleh: Agus Riyanto*

Siapa yang tak kenal Indra Sjafri, pelatih Timnas Indonesia U-22. Jangankan di tingkat nasional, di tingkat ASEAN pun namanya seakan menjadi momok bagi rival-rival Indonesia. Thailand, Vietnam, Malaysia, atauapun Myanmar pernah merasakan kepiawaian racikannya. 

Kini nama Indra Sjafri mulai ternoda. Nitizen pun merujaknya usai Indonesia gugur di fase grup sepak bola SEA Games 2025. Ironisnya, kegagalan lolos dari fase grup dikait-kaitkan dengan materi pemain yang dihuni 4 naturlisasi. Tak terkecuali pemain-pemain terbaik dari liga domestik. 

Kehadiran pemain naturalisasi diharapkan bisa mendongkrak prestasi sekaligus mempertahankan medali emas SEA Games. Faktanya, hampir semua pemain naturalisasi tidak sesuai ekspektasi. Hanya Ivar Jenner yang paling menonjol dalam tiga pertandingan. 

Spekulasi yang berkembang, taktik Indra Sjafri dianggap jadul dan mudah ditebak lawan. Muncul juga istilah miskin taktik. Pun demikian, ada juga yang menganggap kembali ke setelan pabrik. Padahal, taktik yang dipakai pernah menorehkan prestasi dengan 4 tropi. Termasuk medali emas SEA Games Kamboja dua tahun yang lalu. 

Jika dibalik, apakah benar sang pelatih tidak berjodoh dengan pemain naturalisasi? Terbukti pada SEA Games Kamboja pasukannya full pemain lokal. Nah, ini menarik untuk didiskusikan.

Komunikasi antara pemain dengan pelatih kemungkinan akan berjalan lancar, karena pemahaman bahasa Inggris Indra Sjafri lumayan bagus. Belum lagi beberapa asistennya, seperti Kurniawna Dwi Julianto dan Bima Sakti. 

Sehingga, komunikasi tidak jadi masalah. Para pemain akan mudah menerjemahkan intruksi pelatih. Termasuk para pemain naturalisasi. Lalu masalah apa sebenarnya yang terjadi di internal tim. Tak berlebihan jika menyebut dua lawan Indonesia di fase grup, yakni Filipina dan Myanmar masih di bawah Indonesia. 

Pemain Naturalisasi Minim Menit Bermain

Beberapa pemain yang minim menit bermainnya diklub tentu akan berpengaruh pada performa saat tampil di timnas. Sebut saja Rafael Struick. Bermain di Dewa United, Rafael Struick jarang menjadi pemain inti. Tapi embel-embel pemain keturunan terkesan dipaksakan untuk tampil di starting line up. 

Lalu Mauro Z, selain tampil buruk, menit bermainnya di klub juga perlu dipertanyakan. Diharapkan bisa menjadi gol getter, ternyata kualitasnya tidak beda jauh dengan striker liga domestik. 

Dion Marx, sebagai benteng pertahanan terakhir sebelum lawan one on one dengan penjaga gawang juga tidak terlalu berbuat banyak. Salah satu gol Myanmar dan Philipina. 

Ivar Jenner yang didapuk sebagai kapten tim juga tidak terlalu istimewa penampilannya. Selain temperamen, pemain berdarah Jember-Belanda ini juga sering melakukan tindakan tidak terpuji dengan membanting air mineral saat kalah 0-1 dari Philipina. 

Jens Raven, paling sedikit menit bermainnya di klub. Jadi wajar jika jarang dimainkan. Meskipun pada laga terakhir melawan Myanmar sukses mencetak dua gol dan mengantarkan Indonesia menang 3-1.

Kesan Takut Mengganti Pemain Naturalisasi

Pada laga perdana melawan Filipina, Mauro sebenarnya menjadi kartu mati. Banyak mendapat peluang tapi gagal dikonversi menjadi gol. Tapi tetap saja dipertahankan. 

Termasuk Rafael Struick yang terlalu lama menguasai bola dan seakan hanya pamer skill dihadapan penonton.

Tanpa bermaksud membanding-bandingkan antara pemain naturalisasi dengan pemain lokal, Indra Sjafri lebih berjodoh jika skuadnya full lokal. Selain memiliki motivasi tinggi komunikasi terjalin sangat akrab, layaknya seorang ayah dan anak. 

Pada SEA Games Kamboja dua tahun yang lalu, Indonesia dianggap tim underdog. Kalah mentereng dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Bahkan Thailand banyak diperkuat pemain naturalisasi. Sedangkan Vietnam kala itu lagi on fire. Apa yang terjadi, kedua tim kuat Asean tersebut dipermak Indonesia. 

Ada nama Irfan Jauhari, Beckam Putra, Ramadhan Sananta dan lainnya. Permainnya enak untuk ditonton dengan tiki taka ala Indra Sjafri. Publik pasti masih ingat, pada babak semifinal melawan Vietnam Indonesia bermain dengan 10 pemain, faktanya bisa menang dan lolos ke final.

Di final, giliran tim Gajah Perang Thailand dikalahkan telak dengan skor 2-5. Medali emas sepak bola dibawa pulang setelah penantian panjang selama 32 tahun. Tak hanya publik tanah air yang tercengang, para pengamat sepak bola di kawasan ASEAN juga terkejut. Bukan persoalan materi pemainnya, tapi taktik Indra Sjafri.

Empat tropi ynag diraih di level Asean semakin mempertegas sentuhan tangan dingin Indra Sjafri cukup terasa. Temasuk rasa hormat pelatih negara tetangga. Tetap semangat, bravo sepak bola Indonesia.

*) Agus Riyanto merupakan jurnalis Kabiro Ketik.com Trenggalek

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.com
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

Indra Sjafri Naturalisasi