KETIK, PALEMBANG – Pertanyaan “kapan nikah?” yang selama ini dianggap sekadar basa-basi ternyata bisa berujung ke meja hijau. Jika dilakukan terus menerus hingga menimbulkan tekanan psikis, hal tersebut dapat dijerat sebagai tindak pidana berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta Pasal 315 dan 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman hukumannya pun tidak main-main: pidana penjara hingga 9 tahun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang, Hery, menegaskan aturan hukum tersebut hadir untuk melindungi hak setiap orang agar terbebas dari tekanan sosial maupun paksaan dalam hal pernikahan.
“UU TPKS secara tegas mengakui bahwa kekerasan tidak hanya berupa fisik, tetapi juga psikis. Pertanyaan ‘kapan nikah?’ yang dilontarkan berulang-ulang dengan maksud menekan, atau bahkan memaksa seseorang untuk segera menikah, bisa memenuhi unsur pidana. Negara harus hadir melindungi korban dari tekanan yang merugikan kesehatan mental mereka,” ujar Hery, kepada awak media, Selasa 23 September 2025.
Hery menambahkan, jaksa akan mendukung penuh setiap laporan masyarakat jika ditemukan indikasi adanya pemaksaan menikah maupun bentuk pelecehan verbal yang berdampak serius bagi korban.
Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Khoiri, menegaskan pihak pengadilan akan memproses setiap perkara berdasarkan bukti dan fakta hukum yang ada.
“Hak setiap orang untuk menentukan pilihan hidup, termasuk soal pernikahan, dilindungi oleh konstitusi. Jika ada laporan bahwa seseorang dipaksa menikah atau mengalami tekanan psikis karena pertanyaan yang berulang-ulang, pengadilan tentu akan memberikan ruang keadilan sesuai aturan hukum,” jelas Khoiri.
Menurutnya, pasal-pasal dalam UU TPKS dan KUHP harus dipahami sebagai bentuk komitmen negara untuk menghapus praktik kekerasan dalam bentuk apapun, termasuk tekanan sosial yang selama ini dianggap sepele.
Fenomena “kapan nikah?” yang sering dianggap basa-basi ramah tamah kini menjadi perhatian serius. Para ahli hukum menilai masyarakat perlu lebih berhati-hati dalam berinteraksi, karena pertanyaan yang dianggap wajar bisa berdampak buruk bagi psikologis seseorang.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa pemaksaan menikah atau pertanyaan bernada tekanan tidak bisa lagi dipandang ringan. Hukum telah memberi rambu tegas: tindakan tersebut bisa berujung jerat pidana hingga 9 tahun penjara.(*)