KETIK, JAKARTA – Tokoh dan akademisi NU, Nadirsyah Hosen menilai usulan muktamar sebagai jalan keluar konflik PBNU bukanlah pilihan terbaik. Ia khawatir forum tertinggi organisasi itu justru berpotensi memperdalam perpecahan jika konflik tidak benar-benar terselesaikan.
Dalam podcast bersama Mahfud MD, Gus Nadir mengungkapkan kekhawatirannya terhadap opsi muktamar, baik muktamar dipercepat maupun muktamar luar biasa. Menurutnya, dasar hukum dan legitimasi penyelenggaraan muktamar harus sangat jelas agar tidak memunculkan dualisme kepemimpinan baru.
“Kalau konflik dibawa ke muktamar lalu tidak selesai, yang tercemar bukan hanya PBNU, tapi muktamarnya sendiri,” ujarnya, dalam kanal youtube milik Mahfud MD, Jumat, 19 Desember 2025.
Ia bahkan memprediksi kemungkinan terburuk berupa lahirnya dua muktamar dan dua PBNU.
Gus Nadir menilai persoalan utama bukan sekadar siapa yang sah secara formal, melainkan krisis figur pemersatu di tubuh NU. Ia menyebut NU saat ini menghadapi krisis ulama dan tokoh yang benar-benar bisa ditaati oleh semua pihak.
“Dua-duanya saling menyandera sehingga roda organisasi selama beberapa bulan ini kan tidak berjalan,” ujar pria yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Melbourne, Australia ini.
Ia juga menilai, penyelesaian konflik tidak bisa semata-mata mendasarkan pada AD/ART. “Keberkahan NU ada pada kiai,” ujar putra tokoh NU, Prof KH Ibrahim Hosen ini.
Sebagai solusi, Gus Nadir mengusulkan penyelesaian konflik dilakukan sebelum masuk ke forum muktamar. Ia mendorong dialog mendalam, reformasi internal, serta pelibatan lembaga-lembaga strategis NU secara proporsional agar konflik tidak diselesaikan secara parsial.
Menurut Gus Nadir, islah sejati menuntut keberanian berpikir melampaui konflik kekuasaan. Tanpa pembenahan mendasar, siapapun yang menang dalam konflik hanya akan memicu perlawanan baru. Ia berharap PBNU dapat menemukan jalan damai yang menjaga marwah organisasi, memperkuat persatuan, dan mengembalikan NU pada khittah kebangkitan ulama. (*)
