KETIK, JAKARTA – Nadirsyah Hosen mengaku menjadi sasaran hujatan di media sosial setelah menyampaikan pandangannya soal konflik PBNU. Ia dituding berpihak pada salah satu kubu, meski menegaskan posisinya semata-mata berbasis analisis hukum dan keorganisasian.
Dalam perbincangan dengan Mahfud MD, Gus Nadir secara terbuka menyampaikan tekanan yang ia alami setelah ikut berbicara tentang konflik internal PBNU. Ia mengaku “babak belur” di media sosial karena dianggap membela salah satu pihak.
“Sekarang ikut ngomong saja sudah takut. Nanti dibilang memihak A atau B,” ujarnya. Padahal, menurut Gus Nadir, ia hanya menjelaskan persoalan dari sudut pandang hukum dan tata organisasi, bukan kepentingan politik internal.
Ia menilai situasi PBNU saat ini sangat sensitif. Setiap pernyataan berpotensi dipelintir sesuai kepentingan kubu tertentu. Karena itu, banyak pihak yang sebenarnya ingin membantu justru memilih diam.
Gus Nadir juga menyinggung dilema antara kepatuhan pada AD/ART dan tradisi ketaatan kepada kiai. Ia bahkan menyebut perdebatan ini sebagai “persimpangan jalan” NU di era modern. AD/ART diperlukan sebagai instrumen organisasi modern, namun nilai-nilai barokah dan kharisma ulama tetap menjadi ruh NU.
Meski mendapat tekanan, Gus Nadir menegaskan komitmennya mendorong islah PBNU. Ia mengingatkan bahwa tanpa solusi menyeluruh, konflik hanya akan berulang dengan pola yang sama.
Menurutnya, NU membutuhkan jalan damai yang tidak sekadar legal-formal, tetapi juga diterima secara kultural oleh seluruh warga jam’iyah. (*)
