KETIK, JAKARTA – Fungsionaris Kadin Indonesia sekaligus Ketua Umum Hipmi Jakarta Timur, Muhammad Sirod menyoroti dampak dari polemik kenaikan tunjangan DPR serta demonstrasi yang berujung ricuh.
Menurutnya, isu tersebut tidak hanya menimbulkan keresahan sosial, tetapi juga mengganggu stabilitas dunia usaha. Salah satunya pada akses transportasi publik yang menyebabkan banyaknya pengguna KRL harus berjalan kaki jauh di malam hari akibat terhambatnya perjalanan.
“Mereka itu orang-orang produktif yang baru pulang kerja, dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit. Jadi ketika akses transportasi terganggu, mereka harus menanggung lelah dan kerugian waktu,” ujar Sirod, Rabu, 27 Agustus 2025.
Sirod juga menyoroti pengrusakan sejumlah fasilitas seperti motor, mobil hingga kemera CCTV. Menurutnya, aksi ini kontraproduktif karena pada akhirnya masyarakat yang dirugikan.
"Kerugian ini bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kalau fasilitas publik rusak, ujungnya masyarakat juga yang dirugikan," imbuhnya.
Substansi demo, kata Sirod, juga tidak signifikan. Isu tunjangan DPR juga terkesan dibesar-besarkan dengan framing di media sosial untuk memancing amarah publik. Video potongan anggota DPR berjoget-joget dihubungkan dengan isu kenaikan tunjangan.
“Saya lihat di TikTok, konten seperti itu diproduksi ulang terus-menerus. Inilah yang membuat informasi bias dan akhirnya memicu emosi masyarakat” jelasnya.
Kendati demikian, ia juga tidak membenarkan gaya komunikasi DPR yang dinilai sedikit bermasalah. Kritik publik kerap ditanggapi dengan sikap dan kata-kata yang tidak tepat, padahal mereka adalah representasi masyarakat.
“Kalau dikritik, mestinya diarahkan ke eksekutif karena keputusan tunjangan pasti ujung-ujungnya juga disetujui pemerintah via Menteri Keuangan. Tapi sayangnya yang terjadi malah balas-balasan yang memperkeruh suasana,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa demo yang terjadi bukanlah kritik murni soal kebijakan, melainkan akumulasi kekecewaan publik yang tersulut oleh media sosial. Banyak konten direproduksi untuk memperbesar amarah.
“Ini kritik sosial yang sebenarnya bagus, tapi caranya justru merugikan dunia usaha,” tegas Sirod.(*)