KETIK, SURABAYA – Tahukah Anda, gaji tantiem atau bonus tahunan bagi komisaris BUMN selama ini bisa mencapai Rp8,3 triliun per tahun? Nilai fantastik ini berasal dari total pembayaran kepada sekitar 5.000 komisaris di lebih dari 1.000 perusahaan pelat merah, angka yang membuat banyak pihak tercengang.
Angka ini sekaligus menyoroti besarnya remunerasi dewan komisaris yang kerap menuai kritik publik, karena tidak sebanding dengan frekuensi rapat dan kontribusi langsung terhadap kinerja operasional perusahaan.
Sebagai langkah efisiensi, Danantara Indonesia membuat gebrakan besar dengan menghapus bonus tahunan atau tantiem bagi dewan komisaris. Kebijakan ini diperkirakan mampu menghemat hingga US$500 juta, atau sekitar Rp8,31 triliun per tahun, sekaligus menyesuaikan praktik remunerasi dengan standar global dan meningkatkan tata kelola BUMN.
CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, menjelaskan bahwa selama ini sistem tantiem yang diterapkan BUMN mengikuti praktik lama, yang belum disesuaikan dengan standar global. Setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara ASEAN dan dunia, langkah efisiensi dinilai perlu dilakukan agar remunerasi lebih transparan dan profesional. Presiden Prabowo Subianto pun menyambut positif langkah ini.
“Setelah dibandingkan dengan praktik di negara-negara ASEAN dan dunia, Presiden menyetujui penghapusan bonus. Hasilnya, dari sekitar 5.000 komisaris di 1.000 perusahaan, kebijakan ini menghemat sekitar US$500 juta per tahun,” ujar Rosan dalam Forbes Global CEO Conference, Jakarta, Selasa 14 Oktober 2025.
Menurut Rosan, kebijakan terbaru ini merupakan bagian dari restrukturisasi besar BUMN yang dijalankan Danantara sejak berdiri pada Februari 2025, termasuk penyederhanaan struktur dewan komisaris.
Dalam Surat Edaran No. S-063/DI-BP/VII/2025 tertanggal 30 Juli 2025, Danantara menetapkan bahwa insentif direksi kini harus sepenuhnya berbasis kinerja nyata dan laporan keuangan yang mencerminkan kondisi riil perusahaan. Sementara itu, posisi komisaris tidak lagi menerima kompensasi berbasis keuntungan perusahaan, sesuai praktik terbaik global.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa komisaris yang merasa keberatan dengan kebijakan ini boleh mengundurkan diri. Dalam pidatonya saat Penyampaian RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan, Prabowo menyoroti kasus tantiem jumbo yang diterima komisaris yang rapat sebulan sekali.
“Masa ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tantiemnya Rp40 miliar setahun. Saya hilangkan tantiem. Direksi pun tidak perlu tantiem kalau rugi, dan untungnya harus untung benar, jangan untung akal-akalan,” tegas Prabowo.
Selain itu, jumlah komisaris kini dibatasi maksimal enam orang, idealnya empat sampai lima. Kebijakan ini juga membuka peluang bagi generasi muda berbakat untuk masuk ke jajaran komisaris BUMN, menggantikan posisi lama yang dianggap tidak efektif.
“Ini serius, tidak masuk akal. Jika direksi dan komisaris kalau keberatan tidak menerima tantiem, silakan berhenti. Banyak anak-anak muda yang mampu dan siap menggantikan mereka,” tutup Presiden Prabowo.
Dengan besarnya nilai tantiem yang selama ini diberikan, kebijakan efisiensi ini sekaligus menjadi alarm bagi publik dan pengelola BUMN untuk meninjau praktik remunerasi yang realistis dan adil, serta mendukung tata kelola perusahaan pelat merah yang lebih profesional.