Dugaan Pemerasan Pasien Cuci Darah Terbongkar, Tata Kelola RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Disorot

21 Desember 2025 10:37 21 Des 2025 10:37

Thumbnail Dugaan Pemerasan Pasien Cuci Darah Terbongkar, Tata Kelola RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Disorot
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar, Minggu 21 Desember 2025. (Foto: Favan/Ketik.com)

KETIK, BLITAR – Dugaan praktik pemerasan terhadap pasien hemodialisa (cuci darah) di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar mencuat ke ruang publik. Isu ini tidak lagi sebatas keluhan antrean panjang, melainkan menyentuh persoalan serius terkait integritas pelayanan kesehatan dan tata kelola rumah sakit daerah.

Sejumlah sumber menyebut, terdapat dugaan oknum pegawai di ruang hemodialisa yang memanfaatkan padatnya antrean pasien untuk meminta sejumlah uang dengan dalih percepatan layanan. Pasien yang mampu membayar disebut mendapatkan prioritas, sementara pasien tidak mampu harus menunggu lebih lama, bahkan dalam kondisi kesehatan yang rentan.

“Kalau mau cepat, katanya harus bayar. Kalau tidak, ya antre seperti biasa. Kakak saya akhirnya meninggal setelah lama menunggu jadwal cuci darah,” ujar salah satu keluarga pasien kepada Ketik.com, Minggu 21 Desember 2025 dengan nada emosional. Ia meminta identitasnya dirahasiakan.

Menurut keterangan yang dihimpun, nominal uang yang diminta bervariasi, mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah, dengan besaran yang disebut menyesuaikan kemampuan pasien.

Bahkan, keluarga pasien mengaku pernah didatangi langsung ke rumah untuk menyampaikan tawaran tersebut.

“Didatangi ke rumah, dijelaskan kalau ingin rutin dan tidak antre harus bayar. Alasannya disebut-sebut perintah atasan,” ungkap sumber tersebut.

 

Perbedaan Perlakuan Pasien Disorot

Sumber lain dari internal rumah sakit membenarkan adanya perbedaan perlakuan terhadap pasien. Menurutnya, pasien yang telah membayar mendapatkan jadwal layanan lebih teratur, sementara pasien lain harus menunggu tanpa kepastian.

“Yang sudah setor pelayanannya lancar. Yang tidak mampu, antreannya bisa lama sekali,” ujarnya.

Ia juga menyebut bahwa isu ini sebenarnya telah lama menjadi pembicaraan internal. Namun, upaya sejumlah tenaga kesehatan untuk menyuarakan keberatan justru berujung pada mutasi.

“Perawat yang kritis malah dipindah, dan penempatannya tidak sesuai keahlian,” tambahnya.

 

Dugaan Perlindungan dan Permainan Internal

Isu ini semakin kompleks dengan munculnya dugaan adanya perlindungan dari pihak luar rumah sakit. Sumber internal menyebut praktik tersebut sempat dihentikan pada masa pimpinan sebelumnya, namun kembali terjadi setelah adanya perubahan kebijakan internal.

“Dulu sempat ditindak. Tapi entah bagaimana ceritanya, yang bersangkutan bisa kembali ke ruang hemodialisa,” kata sumber itu.

Keluarga pasien lain juga mengaku dimintai uang meski tetap harus antre.

“Saya diminta Rp3 juta, tapi tetap antre. Jadi saya bertanya-tanya, uang itu sebenarnya untuk apa,” ujarnya.

 

Dewan Pengawas: Masih Tahap Evaluasi

Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas RSUD Mardi Waluyo, DR. M. Zaenul Ichwan, S.H., M.H., tidak menepis bahwa pihaknya telah menerima informasi terkait dugaan tersebut.

“Kami sudah mendengar isu itu. Saat ini masih dalam tahap rapat kerja dan evaluasi awal. Kami akan melakukan penelusuran secara menyeluruh,” jelasnya saat dikonfirmasi Ketik.com.

Ia menegaskan, Dewan Pengawas berkomitmen memperbaiki kualitas layanan melalui evaluasi sumber daya manusia dan sistem pelayanan.

“Kami juga mendorong optimalisasi layanan pengaduan masyarakat berbasis digital agar keluhan bisa tersampaikan dengan lebih terbuka,” tandasnya.

 

Menanti Tindakan Pemerintah Daerah

Hingga kini, masyarakat menanti sikap tegas Pemerintah Kota Blitar sebagai pemilik rumah sakit daerah. Dugaan pemerasan dalam layanan kesehatan dinilai mencederai prinsip keadilan dan kemanusiaan, terlebih bagi pasien dengan penyakit kronis yang bergantung pada layanan rutin.

Ketik.com akan terus menelusuri informasi ini dengan menjunjung asas keberimbangan dan konfirmasi, demi memastikan pelayanan kesehatan publik berjalan sesuai etika, hukum, dan nilai kemanusiaan.

Karena rumah sakit bukan tempat transaksi, melainkan ruang harapan bagi mereka yang sedang berjuang mempertahankan hidup. (*)

Tombol Google News

Tags:

RSUD Mardi Waluyo Blitar Kota Blitar pasien Cuci Darah peras ATM