KETIK, PALEMBANG – Persidangan kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Cinde yang menyeret mantan Wali Kota Palembang Harnojoyo dan petinggi PT Magna Beatum Reimar Yosnadi kembali mengungkap fakta mengejutkan.
Dalam sidang yang digelar Senin 1 Desember 2025, terungkap bahwa pembatalan sepihak kerja sama oleh Pemprov Sumsel disebut menjadi salah satu faktor utama proyek Pasar Cinde mangkrak.
Fakta itu mencuat saat kuasa hukum terdakwa Reimar, Advokat Jauhari SH, MH, melontarkan pertanyaan kepada tiga saksi konsumen Aldiron yang telah menyetorkan uang pembelian kios.
“Apakah Saudara mengetahui bahwa pembangunan tidak bisa dilanjutkan karena adanya pemutusan kontrak dari Pemprov Sumsel, khususnya oleh Gubernur Herman Deru?” tanya Jauhari dalam sidang.
Pertanyaan tersebut langsung dibenarkan seluruh saksi yang hadir. “Benar, kami diberi penjelasan langsung saat itu oleh gubernur,” ujar seorang saksi.
Salah satu saksi, Yudi, mengungkapkan bahwa ia mengalami kerugian lebih dari Rp1 miliar untuk pembelian 10 kios. Sayangnya, hingga kini tak ada satu pun kios yang dibangun dan uang yang ia bayarkan belum dikembalikan oleh PT Magna Beatum.
“Sampai sekarang uang saya tidak dikembalikan. Tidak ada kejelasan,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Selanjutnya Politisi Lucyanti Fahri, juga disebut turut menjadi korban kerugian. Kesaksian ini terungkap dari keterangan staf marketing Keller Williams All Property, Endang Wasiati, yang menjadi rekanan pemasaran PT Magna Beatum.
Endang menyebutkan bahwa Lucy telah menyetorkan Rp365 juta sebagai uang muka 30 persen pembelian kios. Namun pembangunan kios tidak pernah terealisasi.
Sisa pembayaran sekitar Rp872 juta tidak dilanjutkan Lucy karena proyek sejak awal sudah bermasalah.
Endang juga mengungkapkan bahwa total uang muka milik empat pembeli kios mencapai Rp4,8 miliar, dan sejauh ini tak ada satu pun unit yang dibangun.
Ia pun mengakui bahwa dirinya menerima komisi 2,5 persen dari setiap transaksi yang diterima PT Magna Beatum.
Selain persoalan kontrak dan pemasaran, dakwaan JPU turut membeberkan dugaan aliran uang miliaran rupiah yang disertai pemberian fasilitas berupa pengurangan BPHTB hingga 50 persen kepada PT Magna Beatum tanpa prosedur yang benar.
Menurut dakwaan, pengurangan BPHTB tersebut diberikan tanpa pengajuan permohonan administrasi yang lengkap, survei lapangan, telaahan Kabid BPHTB BPPD Kota Palembang.
Diketahui pada sidang perdana Kamis 30 Oktober 2025, Dalam dakwaannya JPU juga membeberkan adanya dugaan pemberian uang Rp1 miliar dari pihak PT Magna Beatum kepada pejabat terkait, yang kemudian dibagi-bagikan ke beberapa pihak yakni, Rp500 juta untuk Harnojoyo melalui ajudan Kiki Antoni, Rp75 juta untuk Sekda Harobin melalui ajudan Hannibal, Rp50 juta untuk Khairul Anwar, Rp125 juta dinikmati oleh Shinta Raharja.
Setelah mendengar seluruh keterangan saksi, majelis hakim menunda sidang dan akan melanjutkan persidangan pada pekan mendatang. (*)
