KETIK, SIDOARJO – Kabupaten Sidoarjo sangat lekat dengan figur alim ulama dan para kiai panutan umat. Bahkan, dalam jejak sejarah beberapa abad lalu, pengaruh para waliyullah sangat mewarnai perjalanan Sidoarjo dari zaman-ke zaman. Jejak itu terekam dalam buku baru berjudul Sidoarjo Bumi Aulia.
Buku itu diluncurkan oleh Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo Abdillah Nasih di Pendopo Delta Wibawa pada Selasa sore (22 Desember 2025). Buku setebal 269 halaman tersebut ditulis oleh jurnalis senior M. Subhan dan Fathur Roziq bersama tim.
”Sidoarjo memiliki sejarah keagamaan yang sangat kuat. Banyak situs dan makam aulia yang tersebar hampir di seluruh desa,” kata Abdillah Nasih saat peluncuran buku Sidoarjo Bumi Aulia.
Pria yang karib disapa Cak Nasih itu menjelaskan, buku Sidoarjo Bumi Aulia digagas untuk menghadirkan sisi lain dari branding Kabupaten Sidoarjo. Selama ini, Sidoarjo dikenal dengan sektor perikanan, industri, dan kuliner. Sebutannya adalah Sidoarjo Kota Festival, Kota Udang, Kota UMKM, maupun Kota Delta.
Namun, ada sisi lain yang tidak kalah kuat sebagai identitas milik Kabupaten Sidoarjo. Sidoarjo memiliki sejarah keagamaan yang sangat kuat. Sejarah berupa situs aulia menjadi potensi besar bagi Sidoarjo apabila dikelola dengan tepat. Destinasi wisata religi dapat berkembang dan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi kreatif masyarakat.
”Selain kekuatan kerohanian, juga bisa menjadi wisata religi dan edukasi sehingga dapat menumbuhkan semangat dan meningkatkan perekonomian masyarakat,” papar Abdillah Nasih yang juga ketua DPC PKB Sidoarjo itu.
Dia berharap kehadiran buku Sidoarjo Bumi Aulia ini dapat memperkuat literasi sejarah di Sidoarjo. Khususnya, bagi generasi muda agar mengenal besarnya peran para ulama dan aulia.
Suasana peluncuran dan bedah buku Sidoarjo Bumi Aulia yang menghadirkan para kiai, tokoh masyarakat, dan penulis buku. (Foto: Dokumentasi)
Dalam buku Sidoarjo Bumi Aulia diulas berbagai jejak sejarah religius daerah dengan menampilkan sejumlah situs dan makam-makam aulia. Salah satu yang diangkat adalah Pondok Pesantren Siwalanpanji atau Pondok Al Hamdaniyah yang berdiri sejak tahun 1787. Pesantren tersebut dikenal telah melahirkan banyak tokoh ulama nasional.
Ada pula situs MBO (Markas Berkas Oelama) yang menjadi saksi perjuangan kemerdekaan. Lokasinya berada di Kecamatan Waru. Di sanalah para pejuang tentara Hizbullah melawan penjajah Belanda pada era Kemerdekaan RI, sekitar tahun 1945. Kisah perjuangan para tentang Hizbullah itu terekam dalam buku Sidoarjo Bumi Aulia.
Teladan dari para aulia berupa karamah-karamahnya juga ditampilkan. Di antaranya, kewalian sosok KH Ali Mas’ud atau Mbah Ud di Pagerwojo, Mbah Ibrahim Al Jaelani di Bungurasih, Sayyid Hasan Madinah di Bohar, Kecamatan Taman, hingga KH Sahlan Tholib di Desa Watugolong, Krian.
M. Subhan, selaku penulis, mengaku sangat tertarik saat diajak oleh Cak Nasih menggarap buku Sidoarjo Bumi Aulia. Bersama jurnalis Fathur Roziq, dirinya kemudian merumuskan materi-materi narasi maupun foto untuk buku Sidoarjo Bumi Aulia.
”Hampir setiap desa memiliki makam aulia. Inilah yang kami tulis agar masyarakat luas tahu bahwa Sidoarjo layak disebut sebagai Kota Aulia,” ujar Subhan.
Fathur Roziq menambahkan, buku Sidoarjo Bumi Auliya diharapkan menjadi perspektif lain bagi khazanah referensi pendidikan dan kebudayaan. Khususnya pendidikan moral dan spiritual yang dicontohkan oleh para aulia.
”Jejak sejarah, ajaran, teladan, dan karomah para wali seperti yang termuat dalam buku Sidoarjo Bumi Aulia masih relevan untuk dijadikan rujukan dan panutan,” ungkapnya. (*)
