KETIK, BLITAR – Kota Blitar kembali mencuri perhatian dunia. Dalam peringatan ke-70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), kota yang dikenal sebagai Bumi Bung Karno itu dinobatkan sebagai kota kehormatan sebuah pengakuan simbolik atas warisan besar yang ditinggalkan Sang Proklamator dalam sejarah perjuangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Ketua DPRD Kota Blitar, dr. Syahrul Alim, menyebut momen ini sebagai “tinta emas baru” bagi Blitar dan seluruh rakyat Indonesia. Ia menegaskan, dari tanah tempat Bung Karno bersemayam, semangat anti-penindasan dan persaudaraan antarbangsa harus terus menyala.
“Blitar bukan sekadar kota sejarah. Ini kota yang mewarisi api perjuangan Bung Karno untuk kemanusiaan dan keadilan dunia,” ujar Syahrul dalam keterangannya, Minggu 2 November 2025.
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu menilai, peringatan KAA bukan hanya acara seremonial, tetapi sebuah pengingat bagi bangsa Indonesia agar tidak melupakan perannya di kancah global. Menurutnya, semangat Bandung 1955 yang melahirkan solidaritas negara-negara terjajah masih sangat relevan di tengah situasi dunia yang penuh konflik.
“Konferensi Asia Afrika dulu mempertemukan negara-negara yang ketika itu banyak tertindas. Spiritnya adalah solidaritas untuk melawan penindasan dalam bentuk apa pun,” tegasnya.
Syahrul juga menyinggung situasi global saat ini, terutama penderitaan rakyat Palestina yang hingga kini masih memperjuangkan kemerdekaannya. Ia menyerukan agar bangsa Indonesia tetap konsisten memberikan dukungan moral maupun diplomatik.
“Ya tentunya kita sebagai bangsa Indonesia harus terus memberikan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina secara menyeluruh. Kalau tidak bisa dengan bantuan material, setidaknya dengan doa dan dukungan moral,” katanya.
Bagi Syahrul, menjaga marwah Bung Karno dan semangat KAA berarti juga memperkuat karakter kebangsaan masyarakat Blitar. Ia menyebut, Bung Karno bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga simbol perjuangan dunia yang melampaui batas bangsa dan agama.
“Bung Karno adalah tokoh global. Dan karena makam beliau ada di Blitar, kita punya tanggung jawab moral untuk menjaga nilai-nilai perjuangan yang beliau tanamkan,” ujar Syahrul.
Tak hanya berbicara soal nilai, Syahrul juga menyoroti peluang besar bagi Blitar dalam bidang diplomasi budaya dan pariwisata sejarah. Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Blitar yang kini menyiapkan pemandu wisata berbahasa asing untuk menyambut tamu dari berbagai negara yang datang berziarah ke Makam Bung Karno.
“Ini kebanggaan bagi Kota Blitar. Banyak tokoh dari berbagai negara datang untuk mengenang 70 tahun KAA. Artinya, Blitar punya daya tarik global,” ujarnya.
Dalam pandangan Syahrul, momentum ini harus dijaga agar tidak berhenti pada seremoni tahunan. DPRD dan Pemkot Blitar, katanya, tengah merancang agar peringatan KAA dapat menjadi agenda tetap setiap tahun di Blitar sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan Bung Karno sekaligus simbol people’s diplomacy dari kota kecil di Jawa Timur untuk dunia.
“Bangsa-bangsa lain selalu ingin tahu siapa pendiri Indonesia. Dan ketika mereka datang ke sini, mereka melihat langsung jejak Bung Karno. Itulah kebanggaan kita,” pungkasnya.
Dengan semangat itu, Blitar bukan hanya menghidupkan kembali api perjuangan masa lalu, tapi juga menyalakan harapan baru: menjadi kota dunia yang menjembatani nilai kemanusiaan, persaudaraan, dan keadilan antarbangsa. (*)
