KETIK, BATU – Salah satu penyebab turunnya jumlah produksi apel Kota Batu tak bisa dilepaskan dari banyaknya petani yang memilih untuk tak lagi menanam pohon buah khas Kota Batu tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Kelompok Tani Maju Bersama Kota Batu, Utomo.
Menurut Utomo sejumlah petani apel, termasuk yang berada di kelompok taninya, berubah haluan dan tak lagi menanam apel. Hal ini, sambungnya, tak lepas dari tingginya biaya produksi apel.
"Biaya operasional untuk menanam apel terus meningkat. Akhirnya nggak nutut," kata Utomo kepada Ketik.com, Kamis, 11 Desember 2025.
Menurut Utomo, akibat tingginya ongkos produksi, ditambah lagi serangan lalat buah, para petani tak lagi menanam apel. Hal ini dimulai sejak beberapa waktu lalu.
'Beberapa tahun lalu, banyak pohon apel yang ditebangi. Lahannya pun banyak yang beralih fungsi," papar Utomo.
"Kalau di daerah Tulungrejo sini banyak yang beralih ke tanaman sayur. Sementara, petani di daerah bawah banyak yang pindah ke tanaman jeruk," ia menambahkan.
Menurut Utomo, banyak petani apel yang mengalami nasib tragis. Alih-alih bisa memetik untung dari apel mereka, para petani ini justru harus menanggung rugi.
"Tak sedikit yang sampai habis-habisan. Ada yang sampai terjual sapi, mobil, bahkan tanahnya," tuturnya.
Nasib petani apel, sambung Utomo, kian buruk dengan jebloknya harga jual apel mereka. Bahkan, ia mengenang, harga per kilogram apel pernah mencapai angka Rp2500 saja.
Saat ini, menurut Utomo, para petani sudah bisa sedikit bernapas lega. Harga apel sudah mencapai Rp12.500 per kilo.
"Dengan harga ini, kami sudah bisa bernapas. Biaya produksi sudah tertutupi," ia menandaskan.
