KETIK, SIDOARJO – Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang keberadaannya sudah diakui oleh dunia. Batik mengalami sejarah yang panjang, persebarannya juga sangat luas, bahkan di luar negeri juga memiliki batik khasnya masing-masing.
Meskipun batik merupakan salah satu warisan budaya yang ikonik di Indonesia, namun ternyata akhir-akhir ini batik mengalami penurunan minat yang cukup drastis, terutama pada batik tulis.
Di era modern seperti saat ini, banyak orang lebih memilih untuk membeli batik printing ketimbang batik tulis. Salah satu faktornya yakni karena harga batik printing lebih murah daripada batik tulis, selain itu pengerjaan batik printing juga relatif lebih cepat meskipun memesan dalam jumlah besar.
H. Ischak saat diwawancari di kediamannya, Gg. II/70, Kampoeng Batik Jetis, Sidoarjo pada Rabu, 1 Oktober 2025 (Foto: Febrian Fauzi/Ketik)
Namun di Kampoeng Batik Jetis, kampung yang menjadi pusat pengrajin batik di Sidoarjo, masih banyak yang pengusaha batik yang memproduksi sekaligus melestarikan batik tulis. Dilansir dari web Kementerian Pariwisata, usaha batik yang masih aktif menjadi produsen batik tulis sekaligus atraksi wisata hingga saat ini ada 3, dan salah satunya adalah Batik HI.
Batik HI merupakan usaha batik yang didirikan oleh H. Ischak pada tahun 1991 di Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo. Usaha ini semakin berkembang dan sekarang berada di bawah naungan nama usaha CV. Handal Insan Sentosa. Alamatnya berada di Jetis Gang II/70, tidak jauh dari gapura Kampung Batik Jetis RW 03.
Selama 34 tahun, Batik HI aktif dalam memproduksi batik tulis secara tradisional di Sidoarjo. Meskipun pemasaran batik sudah tidak seramai dulu, Batik HI masih tetap melayani pesanan sesuai permintaan pelanggan. Pelanggan dapat menunjukkan motif atau desain yang diinginkan, dan pengrajin Batik HI dengan senang hati akan memenuhi pesanannya.
“Kita buat macam-macam motif. Sesuai itu ya, sesuai permintaan. Kita juga punya batik itu, terus ada orang ke sini, ‘Pak, saya mau pesan seperti ini’, itu (menentukan) harga enak,” jelas H. Ischak saat diwawancarai di kediamannya, Rabu (01/10/2025)
Harga yang ditawarkan juga relatif murah, tergantung dari kesulitan motifnya. Batik tulis yang diperjualbelikan dibanderol mulai dari harga Rp150.000, sesuai dari kesulitan motif yang diminta pelanggan.
Merek terdaftar 'Batik HI' dan SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai bukti legalitas produksi batik Indonesia. (Foto: Febrian Fauzi/Ketik)
Selain pesanan pribadi pelanggan, Batik HI ternyata juga memperjualbelikan batik tulisnya ke daerah Pabean, Surabaya. Namun, H. Ischak mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir penjualan mengalami penurunan signifikan seiring dengan menurunnya minat masyarakat terhadap batik tulis.
Saat diwawancarai, H. Ischak juga menceritakan tentang pengalamannya saat mendirikan Pabrik PC. GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) yang terletak di Yogyakarta pada tahun 1961 sampai akhirnya kembali ke Sidoarjo pada 1991. Pengalaman H. Ischak yang luar biasa selama 30 tahun ini menjadi poin plus bagi Batik HI sebagai produsen batik di Sidoarjo.
Kini, Batik HI masih bertahan memproduksi batik tulis dengan metode tradisional di tengah gempuran modernisasi. Pengrajin batiknya hanya tersisa Ibu Menik, wanita berusia 67 tahun yang sangat mencintai profesinya sebagai pembatik. Dedikasi Ibu Menik tidak hanya menjaga keberlangsungan produksi batik tulis di Batik HI, tetapi juga menjadi simbol ketekunan dan ketelatenan pengrajin dalam merawat warisan budaya agar tetap hidup di tengah perubahan zaman.
Dengan segala lika-liku perjalanan usahanya, Batik HI menjadi bukti nyata bahwa batik tulis masih mampu bertahan di era modern. Meski penjualan mengalami naik turun, komitmen H. Ischak dan para pengrajin di Kampoeng Batik Jetis dalam menjaga keaslian serta melestarikan batik tulis tidak pernah luntur.
Keberadaan Batik HI tidak hanya memperkaya khazanah batik Sidoarjo, tetapi juga menunjukkan bahwa warisan budaya ini tetap memiliki nilai tinggi, baik dari sisi seni maupun sejarah, yang layak terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. (*)