KETIK, GRESIK – Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Petiyintunggal berkolaborasi dengan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menggelar Agrowisata Petik Buah Melon. Kegiatan ini diadakan di Greenhouse Agrowisata Lemah Abang Desa Petiyintunggal, Kecamatan Dukun, Gresik pada 9-14 November 2025
Kegiatan ini untuk memanfaatkan lahan yang kurang produktif sekaligus mendorong masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif berbasis pertanian.
Menurut Edi, ketua Pokdarwis Desa Petiyintunggal, sekaligus pengelola Greenhouse Agrowisata Lemah Abang, ide awal pembentukan agrowisata ini bermula dari kerja sama antara Pokdarwis dengan CSR PLN Nusantara.
Edi menjelaskan tujuan adanya agrowisata ini ingin memanfaatkan lahan desa yang sebelumnya tidak terpakai, agar menambah pendapatan desa. "Selain itu, kami ingin mengajak masyarakat, terutama anak muda untuk kembali mencintai pertanian,” ujarnya.
Menurut Edi di Agrowisata Lemah Abang ini terdapat dua jenis buah melon, yaitu jenis Sweet Net yang kulit buahnya berwarna hijau dan dagingnya berwarna orange. Selain itu, Sweet Lavender dengan kulit buah berwarna kuning keemasan dan daging berwarna orange.
Proses penanaman melon hingga panen biasanya membutuhkan waktu selama 60 hari, tetapi berbeda dengan di Agrowisata Lemah Abang. “Kami menunggu sampai 65 hari agar kualitas buah lebih maksimal,” ujar Edi.
Edi mengatakan Pokdarwis berencana untuk memperluas area Greenhouse dari yang awalnya hanya 700 tanaman menjadi 5000 tanaman pohon melon. Perluasan itu agar dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Petiyintungal.
”Kita berharap bisa menanam sampai 5000, dan bisa mengajak pemuda-pemuda yang belum bekerja agar bisa bekerja di sini dan dilatih agar mempunyai skill dan bisa bekerja. Intinya saya berharap bisa membuka lapangan kerja bagi warga Petiyintunggal," ujarnya.
Greenhouse Agrowisata Lemah Abang masih tergolong baru, dalam tahap awal pengembangan, tetapi antusiasme pengunjung Agrowisata cukup tinggi. Pada hari pertama dibuka Agrowisata Petik Buah Melon ini banyak pengunjung berdatangan. Mereka ingin merasakan sensasi memetik buah melon segar dari pohonnya, serta mendapat edukasi tentang buah melon. Salah satu pengunjung, Haniatur Rosyida mengungkapkan pengalamannya mengunjungi Agrowisata Petik Buah Melon. "Rasanya berbeda, ya. Ada kepuasan tersendiri karena bisa memetik buah melon secara langsung. Saya belajar banyak tentang cara menanam melon dan jenis-jenisnya. Kegiatan ini tidak hanya rekreasi, tapi juga edukasi,” kata Hani, sapaan akrabnya.
Menurut Hani, kegiatan seperti ini perlu untuk dikembangkan dan menjadi program wisata yang berkelanjutan. Karena Agrowisata Lemah Abang ini dikelola oleh Pokdarwis, maka perlu untuk dikembangkan agar lebih baik lagi, jika hari ini baru ada petik melon, mungkin kedepannya bisa ada buah lainnya.
"Hal itu penting sekali untuk terus dikembangkan karena bisa mengangkat perekonomian masyarakat desa sekitar," harapnya.
Bagi mahasiswa KKN-T Unesa Desa Petiyintunggal yang terlibat dalam kegiatan ini, Agrowisata Petik Buah Melon tidak hanya sekadar proyek lapangan dan acara seremonial, tetapi merupakan bentuk nyata dari implementasi ilmu yang didapatkan dan kolaborasi dengan masyarakat serta lembaga setempat. Mereka turut serta membantu dalam promosi hingga persiapan teknis pelaksanaan.
"Kami mengajak pokdarwis untuk mengembangkan wisata petik buah. Kami juga mempromosikan melalui media digital seperti Tiktok dan Instagram. Tak hanya itu, mahasiswa KKN ikut menjaga green house dari hama seperti tikus dan lalat buah," terang Widodo, salah satu mahasiswa KKN-T.
Ia mengharapkan program ini berkelanjutan. Desa dan masyarakat tak hanya mengandalkan ekonomi konvensional seperti pertanian biasa, tapi mampu mengembangkan hasilnya menjadi ekonomi kreatif baru lewat agrowisata.
"Dari Agrowisata ini, kami dan warga desa ingin membuktikan, desa bisa berdaya, mandiri, dan berdikari dengan sumber daya alam yang mereka miliki," kata Widodo.
Agrowisata Lemah Abang bukan sekadar tempat memetik buah melon, tetapi ruang di mana masyarakat, mahasiswa, dan desa belajar menanam harapan bersama. Dari tanah yang dulu terabaikan, kini tumbuh keyakinan baru bahwa kemandirian bisa diraih dengan kerja kolektif dan cinta terhadap bumi sendiri. Inilah bukti bahwa perubahan besar selalu bermula dari langkah kecil yang dilakukan bersama. (*)
