KETIK, JEMBER – Praktik penimbunan dan penjualan BBM dengan harga tak wajar disaat krisis distribusi BBM, mulai diungkap Polres Jember. Sebanyak delapan orang diamankan karena diduga melakukan penimbunan dan penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan harga jauh di atas ketentuan resmi.
Kasus ini terungkap di tengah krisis distribusi BBM yang masih berlangsung, menyusul penutupan total Jalur Gumitir yang menjadi jalur utama penghubung Jember dan Banyuwangi.
Penangkapan dilakukan Unit Reskrim Polsek Bangsalsari bersama Tim Satreskrim Polres Jember, pada Selasa malam, 29 Juli 2025 sekitar pukul 23.45 WIB.
Sindikat penimbun BBM digerebek polisi di sebuah rumah yang ada di wilayah Kecamatan Bangsalsari, Jember.
Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Kanit Pidter) Satreskrim Polres Jember, Ipda Harry Sasono, mengatakan pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat yang curiga terhadap praktik penjualan BBM bersubsidi jenis Pertalite, Pertamax, dan Bio Solar dengan harga tidak wajar.
“Kami menerima informasi adanya penjualan BBM eceran seharga Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per liter. Setelah dilakukan penyelidikan, kami menemukan delapan pelaku yang tergabung dalam jaringan penimbun,” ujar Harry saat dikonfirmasi jurnalis Ketik pada Rabu, 30 Juli 2025.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, para pelaku membeli BBM langsung dari beberapa SPBU di Bangsalsari dan sekitarnya. Mereka menggunakan mobil pribadi untuk mengangkut jeriken berisi BBM yang kemudian disimpan di rumah masing-masing. Penjualan dilakukan secara tertutup kepada masyarakat sekitar.
Polisi menyita total 120 liter BBM dalam jeriken berukuran 15 liter, puluhan jeriken kosong, selang penyedot, serta alat komunikasi. Meskipun menggunakan kendaraan untuk mengangkut BBM, polisi tidak menemukan adanya modifikasi khusus pada kendaraan para pelaku.
“Para pelaku memang memiliki wilayah distribusi sendiri-sendiri, tetapi mereka saling terhubung dan diduga merupakan bagian dari satu jaringan,” jelas perwira berusia 25 tahun tersebut.
Identitas pelaku belum dirilis karena proses penyidikan masih berjalan.
Polisi masih enggan mengungkap identitas ataupun inisial para terduga pelaku, termasuk lokasi persis pengungkapan. Menurut Harry, pihaknya masih terus menyelidiki dan mengembangkan kasus ini termasuk dugaan adanya sindikat yang lebih besar atau pelaku lain yang belum diamankan.
Indikasi ini antara lain karena pembelian bio solar yang merupakan BBM bersubsidi dan juga pertamax untuk mobil -sesuai aturan Kementerian ESDM- haruslah menggunakan scan barcode.
“Kita mendalami kemungkinan adanya sindikat lebih besar, termasuk dugaan penggunaan barcode ilegal untuk pembelian Bio Solar,” papar mantan Kanit Reskoba Polres Jember ini.
Penimbunan tersebut diketahui dilakukan di salah satu rumah milik pelaku. Polisi terus mengembangkan kasus ini untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain di luar Bangsalsari.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp6 miliar.
Harry menegaskan komitmen Polres Jember untuk menindak tegas segala bentuk penyalahgunaan distribusi BBM, apalagi saat warga tengah kesulitan mendapatkan bahan bakar akibat gangguan pasokan.
“Kami mengimbau masyarakat untuk segera melapor jika menemukan praktik penimbunan atau penjualan BBM melebihi harga eceran tertinggi. Laporan bisa disampaikan langsung ke Polres maupun Polsek terdekat,” pungkas alumnus Akedemi Kepolisian (Akpol) angkatan 2018 ini. (*)
Seperti diketahui, Jember dilanda krisis distribusi BBM sejak Sabtu, 26 Juli 2025 atau berselang dua hari setelah penutupan total Jalur Gumitir oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Jalur nasional tersebut akan ditutup total selama dua bulan untuk perbaikan konstruksi jalan.
Diduga, penutupan Jalur Gumitir ini belum diantisipasi sepenuhnya oleh Pertamina dalam pengiriman BBM ke Jember dan sekitarnya. Akibatnya, pasokan logistik, termasuk BBM, tersendat dan berdampak besar terhadap aktivitas masyarakat. (*)