KETIK, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan korupsi Pengelolaan Biaya Pengganti Pengolahan Darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang yang menjerat mantan Wakil Walikota Palembang sekaligus eks Ketua PMI Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, serta suaminya Dedi Sipriyanto, kembali memunculkan fakta mengejutkan.
Kasus yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp4 miliar ini kini diselimuti dugaan kuat adanya skenario terstruktur untuk menghalangi proses penyidikan sejak awal.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis 11 Desember 2025, saksi kunci dr. Ajeng Intan, mantan Ketua Unit Donor Darah (UDD) PMI Kota Palembang, memberikan kesaksian yang membuat ruang sidang hening.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Masriati SH MH, dr. Ajeng mengungkap bahwa ia dikumpulkan dan diarahkan oleh kedua terdakwa sebelum menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan.
Menurut dr. Ajeng, sehari sebelum ia dipanggil jaksa, dirinya bersama beberapa orang lainnya dipanggil ke sebuah rumah di samping PS Mall Palembang. Di lokasi tersebut, ia mendapati kedua terdakwa beserta belasan pengacara sudah menunggu.
“Kami dikumpulkan kedua terdakwa di rumah sebelah PS Mall. Ada belasan pengacara. Dalam pertemuan itu kami diajari bagaimana menjawab pertanyaan jaksa,” terang dr. Ajeng tegas.
Lebih jauh, ia menyatakan bahwa dirinya diarahkan untuk menyampaikan jawaban tertentu, termasuk soal keberadaan mobil Hiace yang dibeli menggunakan dana PMI.
“Saya diminta menjawab bahwa mobil Hiace digunakan untuk berbagai keperluan UDD PMI. Padahal, mobil itu tidak pernah dipakai untuk operasional dan selalu berada di rumah terdakwa,” ungkapnya.
Ketika Jaksa Penuntut Umum menanyakan alasan mengapa ia mengikuti pertemuan tersebut, dr. Ajeng mengakui bahwa dirinya pergi karena merasa takut terhadap kedua terdakwa.
“Saya takut karena mereka atasan langsung saya di PMI. Saya merasa tidak punya pilihan lain,” ujarnya.
Kesaksian tersebut langsung memicu reaksi keras dari tim JPU. Jaksa Fajri SH MH meminta majelis hakim untuk mencatat secara khusus bahwa terdakwa diduga kuat telah menghalangi penyelidikan sejak awal.
“Mohon dicatat, Yang Mulia. Sebelum dimulai penyelidikan, para terdakwa sudah berupaya mengaburkan proses terhadap saksi-saksi,” tegas Fajri.
Namun, pernyataan itu langsung mendapat keberatan dari tim penasehat hukum (PH) para terdakwa.
“Keberatan, Yang Mulia. Ini belum masuk pokok perkara,” protes salah satu PH.
Majelis hakim kemudian menegaskan bahwa catatan dari JPU tetap diterima sebagai bagian dari dinamika persidangan.
Perkara yang menyita perhatian publik ini masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Publik kini menanti apakah akan muncul fakta baru yang semakin memperjelas dugaan praktik manipulatif dalam pengelolaan dana PMI Kota Palembang.(*)
