KETIK, PACITAN – Festival Air Pacitan 2025 bertajuk “Resik Kali” kembali digelar di Kali Bendung Sidoluhur, Desa Sukoharjo, Kecamatan/Kabupaten Pacitan, Rabu, 24 September 2025.
Warga dari empat dusun, Ngrejoso, Jarum, Prambon, Nitikan serta pengujung dari luar desa tumplek blek mengikuti kirab gethek yang menjadi agenda pembuka.
Arak-arakan dari balai desa menuju sungai disambut atraksi drumband anak-anak dan hadrah pelajar, menambah semarak suasana.
Gethek atau perahu yang terbuat dari bambu dan galon bekas dilayarkan menyusuri sungai.
Warga Sukoharjo menurunkan gethek bambu ke sungai, tanda dimulainya Festival Resik Kali 2025, Rabu (24/9/2025). (Foto: Al Ahmadi/Ketik)
Tak hanya kirab, berbagai pertunjukan seni juga menghibur warga.
Mulai dari ibu-ibu gamelan kaca, siswa PAUD, pelajar Sekolah Alam Pacitan, hingga Gejog Lesung Kriyan tampil memukau.
Sebelum rangkaian acara dimulai, masyarakat menggelar doa bersama, tumpengan, dan pelepasan gethek sebagai simbol dimulainya ritual resik kali.
Tahun ini festival yang digelar kali ketiga itu menghadirkan inovasi baru.
Jika sebelumnya penonton hanya menyaksikan dari darat, kini mereka diajak menaiki gethek untuk ikut hanyut bersama aliran sungai.
Sensasi berbeda ini membuat penonton lebih terlibat dan merasakan langsung.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Sukoharjo, Solicin, mengatakan bahwa festival ini merupakan bentuk ajakan kepada masyarakat untuk menjaga sungai sebagai sumber kehidupan.
“Sungai, dalam tradisi masyarakat Sukoharjo, bukan hanya aliran air yang menopang pertanian dan rumah tangga, tetapi juga ruang sakral yang diwariskan turun-temurun,” ujarnya.
Sementara, Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, juga mengatakan bahwa festival ini adalah gambaran kearifan lokal masyarakat Sukoharjo dalam menjaga keseimbangan ekologi, budaya, dan spiritualitas.
“Inilah bentuk nyata harmoni antara manusia, alam, dan dimensi spiritual,” tutupnya.
Sebagai penutup, Bupati Aji membacakan puisi karya Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berjudul Hari Lalu Anak Pacitan.
Puisi tersebut menjadi refleksi mendalam tentang perjalanan masa lalu, kekuatan tradisi, dan estafet generasi penerus.(*)